Sebelum membaca ini.. mari letakkan otak kita pada konsep berpikir dewasa ya bung. Kita semua dewasa kan yaa, saya dan kamu iya kamu yang baju merah. Hemm oke kita patahkan pepatah usia tak menjamin kedewasaan, terlepas dari atribut dewasa versi biologis.
Pepatah diatas sejak awal telah banyak disalah gunakan dan menjadikan maknanya berat sebelah, bagaimana tidak, dari kata ini sering di tafsirkan bahwa usia kepala dua hingga kepala keluarga tidak menjamin matangnya keribadian seseorang. Secara tidak langsung telah menindas sebagian ummat tak bersalah. Bagi saya semua orang dewasa dengan versinya masing-masing. Mengingat setiap orang punya jatah salah dan benarnya masing-masing juga.
Dalam buku Tatang Sutarma Definisi dewasa itu fleksibel, mengingat dewasa selalu di identikkan dengan kepribadian yang matang. Seorang anak kecil bisa mendadak dewasa ketika ia melihat orang tua cek-cok didepannya dan ia menilai itu adalah hal yang tidak benar dan mengambil pembelajaran, seorang direktur pimpinan perusahaan yang terlihat berkharisma dan berwibawa dihadapan karyawannya, pulang kerumah juga bisa nangis kalau di omeli emak. Sepertinya rumit ngebahasnya padahal kesimpulannya bacaan ini cocok untuk semua kalangan. Itu saja
Oke lanjut ke topik utama…
4 kualitas anak muda yang harus dimiliki dalam menghadapi tantangan zaman versi Sherly Annavita:
“Be a good one, be a better one, be the best one and be an axecellent one.”
Impact Corona Bagi Pemuda?
Jangan menyimpulkan isi dulu sebelum menyelam, agar tak kecewa gara-gara kebanyakan ngarep.
Itu hanya magnet untuk jari jempol para reader yang budiman biar jiwa penasarannya meronta untuk membaca tulisan ini.. yaa meskipun cuma sekedar baca judul wekaweka. tapi harapannya lebih tepatnya agar kita tak terbiasa menjudge sesuatu dari sisi sekilas yang nampaknya saja. Judul tulisan ini sederhana “Masa Muda Masanya Berkarya”.
Berbicara soal masa muda tentu menjadi hal yang menarik untuk diperbincangkan. Sebab ia unik dan penuh tantangan. Disitulah kita mengalami banyak peralihan situasi hidup yang membuat kita harus banyak belajar berdamai dengan kondisi yang ada. Memaksa diri untuk memulai dan mengubah banyak hal, meninggalkan pikiran dan sikap anak kemarin sore sebab ukurannya bukan lagi persoalan siapa yang duluan makan garam tapi melainkan siapa yang paling banyak makan micin. ehh
Fenomena bertambahnya umur seseorang saat ini seolah sudah menjadi penantian bagi sebagian orang bebab selalu sepaket dengan euforia sekilas lewat ucapan dan kue bolu, yang tanpa sadar disitu juga sepaket dengan kosekuensi beban hidup yang semakin bertambah. Ibarat minum kopi di warkop, yang kita beli tentu bukan hanya kopinya saja tetapi harus suasananya juga. Kata bang Arham (Penulis Kendari).
Sadar atau tidak pemuda hari ini terlalu banyak terkurung di ekpektasi yang pada akhirnya banyak nuntut ketika realitas yang terjadi tak sesuai harapan, ingin hak dipenuhi namun melupakan kewajiban. Inginkan revolusi namun lebih banyak berdiam diri (diam bae), padahal salah satu penyebab banyaknya kejahatan adalah diamnya orang-orang polos.
Anggapan kita banyak main dan kongkow-kongkow tak berfaedah sama teman sudah bisa dikatakan hidup, tapi nyatanya hidup tak sesederhana itu. Realitas menepuk bahu kita untuk mulai merancang besok mau jadi apa? kemarin punya prinsip hidup harus dinikmati telah menjelma menjadi santuy kebablasan, hari ini harus mulai mikir besok mau makan apa? Kemarin hanya mikirin diri sendiri kondisi menyadarkan kita untuk lebih peduli dengan orang lain.
Masa muda masanya berkarya.
Secara sadar banyak dari kita yang berpotensi menjadi orang besar namun kemalasan membuat kita tak menyadari potensi itu. Banyak pula yang menyadari namun tak mau mengasah. Ada pula yang mulai menekuni namun tak memiliki titik fokus. Apapun potensi yang kita miliki pada dasarnya semua berpeluang untuk membawa kita pada kesuksesan. Bruce Lee pernah berkata “Aku lebih takut kepada orang yang melatih satu jenis tendangan sebanyak 1000 kali, daripada seseorang yang melatih 1000 jenis tendangan hanya satu kali".
Berbicara persoalan sukses, setiap orang punya takarannya masing-masing. Tapi alangkah baiknya kita mengambil porsi paling besar atau mengambil tolak ukur yang paling tinggi, setidaknya ketika jatuh, kita jatuh diantara bintang-bintang kata bapak presiden pertama Ir Soekarno. Sebab ketika kita ambil tolak ukur terendah kalau gagal bagaimana? Jatuhnya kan sakit langsung kerseret di tanah.
Tanpa sadar prinsip menyederhanakan mimpi adalah sebuah ketakutan yang menjelma memanjakan kita. Teruslah bermimpi tanpa membatasi, asal jangan juga mimpi lebih tinggi dari usaha nanti malah terjerumus dosa karena kebanyakan berangan-angan. Satu hal yang pasti, yang kita cari bukan hanya persoalan banyak dan bidang apa yang kita tekuni, melainkan berkah dan kebermanfaatannya, karena hidup memang begitu, selalu menuntut keseimbangan.
Mari mulai memikirkan.. Karya apa yang hendak kita ukir di masa muda. Peran apa yang akan kita ambil untuk diwariskan ke generasi selanjutnya, sebanyak apa pengalaman yang ingin kita ukir untuk diceritakan dihari tua. Jangan sampai timbul penyesalan di kemudian hari karena menyia-nyiakan kesempatan yang ada.
Kini, teknologi sudah sampai di berbagai pelosok negeri bahkan daerah yang terpencil sekalipun. Tak ada lagi alasan untuk tidak produktif. Jika gajah mati meninggalkan gading maka manusia mati meninggalkan karya, ya tentunya karya yang bermanfaat agar bisa menjadi amal jariyah. “Membaca, menulis dan berkarya.”
Pertanyaannya bagaimana dengan kita, persiapan hari ini sudah sejauh mana menghadapi era generasi Alfa? Coba mulai berdiskusi dengan diri kita masing-masing. Untuk penulis yang malang pun demikian, yang belum juga sarjana di penghujung musim hujan yang tak kunjung mereda ini. Hem tak apalah dahulukan yang tua (pembelaan).
Akhir kata, menulis ini bukan berarti saya sejengkal lebih depan dari teman-teman, ini hanyalah bagian dari refleksi pemikiran beberapa influencer kaum milenial dan sedikit intisari ilmu dari buku yang nyangkut di dengkulku.
Kalau ada yg keliru dan garing dimaafkan #sekedarcorettcoret :D
Tak banyak yang bisa saya bagikan, ini hanyalah do’a dan to’a untuk membangunkan penulis.
Selamat menikmati new normal. Tetap patuhi rambu-rambu protokol Covid-19 :)