Oleh: Muh. Ari Fahmi (Direktur Kajian Kebangsaan SKB 7 PIKOM IMM FISIP Unismuh Makassar)
Pemerintah Indonesia saat ini belum juga menemuai titik terang dalam pemutusan mata rantai penyebaran virus Covid-19. Pemerintah telah melakukan berbagai cara dan upaya dalam penanganan. Pemerintah dalam hal ini tak henti-hentinya bermanuver mencari cara agar dapat meredam pandemi. Upaya yang tengah dilakukan pemerintah saat ini, yaitu dengan melakukan vaksinasi.
Pemerintah telah menetapkan jenis vaksin Covid-19 yang akan digunakan untuk vaksinasi di Indonesia. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/9860/2020 tentang Penetapan Jenis Vaksin Untuk Pelaksanaan Vaksinasi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Vaksin tersebut diproduksi oleh perusahaan lokal dan internasional.
Pemerintah Indonesia mulai melaksanakan vaksinasi Covid-19 pada Rabu (13/1/2021). Presiden Joko Widodo menjadi orang Indonesia pertama yang menerima vaksin Covid-19 buatan Sinovac. Presiden Jokowi menyatakan keputusan itu dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat bahwa vaksin Covid-19 benar-benar aman.
Vaksin Covid-19 yang digunakan telah menjalani uji klinis sesuai dengan standar atau ambang batas efikasi yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni minimal 50 persen. Merespons hal itu, BPOM juga telah mengevaluasi untuk kemudian mengeluarkan izin darurat penggunaan atau Emergency Use Authorization (EUA) atas vaksin Covid-19 Sinovac. Dan Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia telah menerbitkan fatwa mengenai kehalalan vaksin Covid-19 buatan Sinovac.
Dalam upaya vaksinasi yang dilakukan pemerintah saat ini menjadi sorotan kemudian memunculkan prespektif yang berbeda - beda di tengah masyarakat, pro dan kontra. Banyak informasi - informasi yang berdedar di masyarakat dan tak jarang pula hoax yang bermunculan di berbagai beranda media sosial.
Dari media informasi yang di rilis oleh majalah TEMPO.CO, Lembaga Populi Center mengungkap hasil sigi mereka terkait rencana pemerintah melakukan vaksinasi guna mengakhiri pandemi Covid-19. Hasilnya, sebesar 60 persen masyarakat bersedia menggunakan vaksin Covid-19 pembagian dari pemerintah, sedangkan sebesar 40 persen yang menjawab tidak bersedia.
Mengacu pada survei tersebut kita bisa menyimpulkan bahwa masih banyak masyarakat yang enggan untuk di vaksinasi, tentunya ini akan menjadi salah satu faktor penghambat pemutusan mata rantai penyebaran virus. Walaupun demikian kita tidak bisa menyalahkan masyarakat sepenuhnya mungkin ada berbagai alasan yang mendasari penolakan tersebut, yakni krisis kepercayaan terhadap pemerintah dan kurangnya edukasi sehingga masyarakat terpapar hoax.
Disnilah dibutuhkannya peran pemerintah dalam memberikan sosialisasi dan edukasi yang kreatif secara masif. Bukan malah memainkan narasi - narasi hukuman pidana bagi penolak vaksin. Yang dimana narasi ini tentunya kontradiksi dengan UU RI No 36 Tahun 2009 TENTANG KESEHATAN. BAB III Hak dan Kewajiban. Bagian Kesatu Hak. Pasal 5 ayat (3) : Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggungjawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan baginya.
Seharusnya pemerintah melakukan pendekatan dengan dalil akan mengindahkan penggalan kalimat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang dimana menyatakan bahwa tujuan Pemerintah Negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Segala dampak dari informasi - informasi hoax yang beredar di masyarakat seharusnya mampu diminimalisir dengan menghegomoni melalui media - media informasi dan memanfaatkan jasa influencer yang dibayar oleh negara. Jangan lagi ada miskomunikasi yang terjadi antara pemerintah dan masyarakat.
Dan tentunya para birokrat serta oknum - oknum yang terlibat dalam proses vaksinasi agar kiranya tidak mempolitisasi dan memanfaatkan situasi saat ini. Narasi - narasi hukuman pidana bagi pelanggar hukum seharusnya senantiasa diperingatkan bagi pengemban amanah dalam proses ini.
Dalam situasi darurat saat ini negara harus membuktikan eksistensinya sebagai pelindung warga negaranya. Jika sosialisasi dan edukasi yang dilakukan pemerintah efektif, maka penolakan tersebut bisa teratasi.