Selasa, 24 Januari 2023

NEGRI BISU, PENDERITAAN, DAN TANGIS PARA PEJUANG

 Sejak pejuang kemerdekaan telah berpulang, generasi berikutnya merasakan nikmatnya hidup di atas negri dan tanah merdeka, namun siapa sangka ternyata didalamnya masih ada tangis dan derita para kaum marjinal dan para minoritas yang justru tidak mendapatkan kesejahteraan.

Reformasi lahir dari tetesan darah Mahasiswa yang hilang di tahun 1998 sehingga itupun yang menjadi saksi sejarah bahwa perubahan dan perlawanan itu pernah ada.

Mungkin Hatta tak pernah menyangka bahwa akan ada lagi penjajahan yang terjadi setelahnya, negri yang mencita-citakan keadilan, kesetaraan, kesejahteraan dan kemakmuran bagi setiap masyarakatnya justru terjerumus kedalam sumur hina yang menginjak-injak harapan leluhur kita yang mati saat berperang melawan kolonialisme belanda di masa silam.

Mungkin saja sang penguasa sedang kekenyangan melahap pajak dan membangun infrastruktur untuk kepentingan bisnis para borjuis, sehingga menutup mata pada tragedi pelanggaran HAM berat yang belum selesai sampai sekarang. Peristiwa 1965-1966, Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985, Peristiwa Talangsari 1989, Peristiwa Trisakti, Peristiwa Semanggi I dan II, Peristiwa Kerusuhan Mei 1998. Semua ini hanyalah sebagian kecil dari kasus kasus yang harusnya bisa menjadi prioritas pemerintah apabila memang ia berpihak pada keadilan.

Tapi siapa sangka, bukannya peduli terhadap aspirasi para pejuang HAM yang meminta kejelasan terhadap kekacauan dan kejahatan yang terdapat di masa lalu, justru mereka para pemangku kepentingan justru memasang tameng UU KUHP yang semakin menutup mulut para demonstran yang berupaya menyuarakan keresahan dan ketidak sepakatannya terhadap wacana kekuasaan yang dinilai semakin menyengsarakan Rakyat.

Saat oligarki politik sibuk sana-sini melakukan konsolidasi untuk perebutan kekuasaan di 2024 nanti, sebagian besar Masyarakat sedang berjuang menghadapi takdir hidup yang tak menentu arah dan kepastian akibat harga BBM yang semakin melunjak. Bagi para elite, kebutuhan primer bukanlah permasalahan yang harus dipusingkan tapi bagaimana dengan mereka yang hidup di jalan jalan beralaskan kardus dikerumuni nyamuk di setiap malamnya? Apakah bapak bapak terhormat di legislatif yang mewakili suara mereka peduli terhadap kondisi rakyatnya yang melarat dan pontang panting dalam berjuang untuk tetap bertahan hidup?

Untukmu para pejuang yang sedang lelap dibawah tanah yang di atasnya beton beton dan gedung menjulang, lihatlah apa yang dilakukan oleh penerus yang kau percayakan akan merepresentasikan kedaulatan rakyat. Mereka telah menghinati cita cita dan harapanmu yang pernah kau impikan.

Untukmu Tan Malaka, memang ragamu telah habis dimakan ulat, menyatu dengan tanah. Sungguh kami rindu sosok dirimu, lihatlah betapa senjangnya negri ini, Papua dan emas serta minyaknya hampir habis di keruk tapi rakyat disana banyak yang kelaparan dan menderita kemiskinan. 

Untukmu Soekarno, perkataanmu benar, saat ini kami melawan orang yang lahir dari tanah air ini, mereka menjelma menjadi manusia rakus yang menindas sebagian dari kami. Mungkin saja engkau kan menangis melihat fakta Negri kita hari ini, tapi diri dan semua pemuda yang berpihak pada kepentingan rakyat yang mengalami penderitaan dan kesewenang-wenangan, kami berjanji tidak akan berhenti dan menyerah, kami akan mengupayakan harapan dan cita-cita itu dengan jalan perlawanan untuk perubahan.


Oleh : Agus Maulana (Ketua Bidang Organisasi Pikom IMM Sospol 2022-2023)



Perempuan dalam Budaya Patriarki dan Pengaruh Betty Friedan serta Feminisme Gelombang Kedua

Budaya patriarki adalah suatu struktur sosial yang memberikan kekuasaan utama untuk laki-laki dan menetapkan perempuan dalam posisi subordin...