Rabu, 30 September 2020

Masih Perlukah G30S/PKI diperingati?

Oleh: Immawati Nur Alifhia Muhammad (sekretaris bidang riset dan pengembangan keilmuwan Pikom IMM Fisip Unismuh Makassar) 


Peristiwa G30S/PKI atau lengkapnya kita kenal dengan Peristiwa Gerakan 30 September yang biasa juga disingkat dengan Gestapu (Gerakan September Tiga Puluh) adalah suatu peristiwa yang bersejarah di indonesia yang tepatnya teradi pada malam hari tanggal 30 September sampai 1 Oktober 1965.

Pada kejadian malam itu tujuh perwira militer Indonesia dan beberapa orang lainnya dibunuh karena dinilai sedang melakukan sebuah usaha percobaan kudeta. Gerakan ini bertujuan untuk menggulingkan pemerintahan presiden Soekarno dan mengubah Indonesia menjadi negara komunis.

Peristiwa gerakan ini terjadi di Jakarta dan Yogyakarta yang dipimpin oleh DN Aidit yang juga merupakan ketua dari Partai Komunis Indonesia. Target mereka adalah mengincar perwira TNI AD Indonesia, mereka adalah Letnan Jendral Anumerta Ahmad Yani, Mayor Jendral Raden Soeprapto, Mayor Jendral Mas Tirtodarmo Haryono, Mayor Jendral Siswondo Parman, Brigadir Jendral Donald Isaac Panjaitan, Brigadir Jendral Sutoyo Siswodiharjo.

Dan satu panglima TNI AH Nasution yang menjadi target utama berhasil meloloskan diri, namun putrinya Ade Irma Nasution tewas tertembak bersama dengan ajudannya, Lettu Pierre Andreas Tendean diculik dan ditembak di Lubang Buaya. 

Mengetahui banyak korban jiwa, presiden Soekarno langsung memberikan mandat kepada Mayor Jenderal Soeharto untuk membereskan apapun yang berkaitan dengan PKI. Alhasil sekitar seribu orang dimasukkan kedalam Mahkamah Militer Luar Biasa termasuk ketua PKI pada saat itu yakni DN Aidit.

Dengan keberhasilan Soeharto dalam memberantas PKI serta terbitnya Surat Perintah Sebelas Maret atau biasa disingkat dengan Supersemar mengiringi langkah Soeharto ke tampuk pemerintahan Orde Baru yang disingkat dengan ORBA. Ada pun isi dari Supersemar itu berupa intruksi Presiden Soekarno kepada Letjen Soeharto, selaku panglima Angkatan Darat, untuk mengambil tindakan yang dianggap perlu dalam mengawal jalannya pemerintahan pada saat itu.

Pada rezim Orde Baru, pada saat itulah G30S/PKI atau Gestapu sedang gencarnya diperingati setiap tanggal 30 September, sampai masa akhir pemerintahan Soeharto yaitu pada tahun 1998. Lalu, apakah pada era ini masih perlu untuk memperingati peristiwa tersebut?

Ya tentu saja, kita harus senantiasa memperingati Peristiwa G30S/PKI salah satunya yaitu untuk menghindari bahaya laten komunis di kalangan masyarakat, karena paham ini sangat bertentangan dengan Ideologi negara Indonesia khususnya dalam sila pertama Pancasila yaitu Ketuhanan yang maha esa. 

Dalam buku Soegiarso Soerojo yang berjudul Siapa yang menabur angin akan menuai badai dia mengutarakan pendapat seorang tokoh komunis Indonesia yaitu Alimin dia mengatakan bahwa, “Partai komunis yang betul-betul revolusioner, harus berkata dengan terus terang, bahwa partai komunis tidak dapat menerima Ketuhanan Yang Maha Esa. Dan orang-orang komunis merasa jijik untuk menutup-nutupi pandangan dan tujuannya. Pancasila adalah bertentangan dengan dialektika materialisme.” 

Serta dengan memperingati peristiwa ini, generasi kita bisa mengetahui buruknya komunis bagi persatuan dan kesatuan bangsa serta semakin semangat dalam mengimplementasikan nilai-nilai ideologi pancasila. Seperti yang kita ketahui bahwa tidak ada satupun nilai pancasila yang mengarah pada tindak kejamnya ideologi komunis. 

Pancasila dihargai mati dan dengan kekuatannya menolak komunisme. Nilai pancasila juga sangat mengutuk keras segala upaya yang dapat menimbulkan perpecahan bangsa. Oleh karena itu menjaga nilai-nilai pancasila sama dengan menjaga bangsa Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Perempuan dalam Budaya Patriarki dan Pengaruh Betty Friedan serta Feminisme Gelombang Kedua

Budaya patriarki adalah suatu struktur sosial yang memberikan kekuasaan utama untuk laki-laki dan menetapkan perempuan dalam posisi subordin...