Senin, 22 Maret 2021

Refleksi 57 Tahun IMM: Dari Manusia Menjadi Kader Dan; Dari kader Untuk Organisasi Serta Dari Organisasi Untuk Negeri

Oleh: Muh. Nur Fikran (Sekretaris Bidang HIKMAH PIKOM IMM FISIP Unismuh Makassar 2020/2021)


“Loyalitas & Konsistensi adalah dua kata yang menjadi kunci menginjeksi diri. Namun diatas itu Mentalitas adalah fondasi dasarnya dalam membangun struktur diri. Diluar itu kesadaran serta keselarasan visi dan aksi ialah fardhu implementatif.” (Muh. Nur Fikran)

Terlahir dari gen intelektual, maka semestinya manusia yang telah dikaderisasi dalam organisasi senantiasa tumbuh menjadi manusia paripurna dan besar dilingkungan masyarakat, yang kemudian mendorong keorganisasian mengisi "public sphere" agar memastikan adanya akselerasi dan sirkulasi intelektual atau civil society pada masyarakat luas.

"Pandanglah hari ini. Kemarin sudah menjadi mimpi. Dan esok hari hanyalah sebuah visi. Tetapi, hari ini yang sungguh nyata, menjadikan kemarin sebagai mimpi kebahagiaan, dan setiap hari esok sebagai visi harapan."

Sebuah harapan di (57 tahun) berjalan ini, Membumikan gagasan menjadi esensi gerakan dan Membangun peradaban menjadi eksistensi perjuangan. TriKom IMM, menjadi basis struktur personil, kemudian Trilogi IMM menjadi superstruktur organisasi, ditopang spesifikasi concern dari tigalitas kompetensi yang diperas menjadi satu; "intelektual organik" dalam terma Gramsci adalah wajibul wujud dari setiap kader dalam aransemen perjalanan kehidupan bilkhusus organisasinya 'amalun al baladun' (dari organisasi untuk negeri).

“Hidup adalah satu jalan besar dengan adanya banyak pertanda. Jadi, ketika Anda menjalani rutinitas, jangan mempersulit pikiran Anda. Larilah terlepas dari kebencian, kejahatan dan kecemburuan. Jangan mengubur pikiran Anda, jadikan visi Anda menjadi kenyataan. Bangun dan Hiduplah!”

Begitu katanya Bob Marley pada satu kesempatan dan waktu dalam hidupnya. Maka kembali kepada paragraf awal; pastikan realitas sosial yang semu tidaklah menjadi masalah (baca: problematika) pribadi jika memang itu yang dibicarakan oleh arus komunikasi dan informasi global bahwa "postmodernisme" menimbulkan konsekuensi logis "post-truth" & "post-growth" didalam kehidupan manusia hari-hari ini.

Yang paling terpenting adalah Man arafa nafsahu faqada arafa Rabbahu – “Barangsiapa mengenal dirinya, maka ia mengenal Tuhannya.” maka tugas fundamental & prinsipil bagi setiap manusia adalah mengkaderisasi kemudian mengkonstruksi diri agar sesuai dengan "Weltanschauung" – Pandangan dan jalan hidup organisasinya bahwa terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia se-lalu lintas universal pada induknya: menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. 

Sementara itu, gerakan dakwah amar ma'ruf nahi munkar dan tajdid (pembaharuan) yang berkemajuan adalah perasan terakhir yang jadi mumkinul wujud untuk membuktikan wajibul wujud tadi (*kepemimpinan dan intelektualitas organik). — Identitas organisatoris kita doronglah se-paripurna mungkin dan entitas organisasi bersama-sama paripurna-kan realisasinya.

Dari manusia menjadi kader dan dari kader untuk organisasi serta dari organisasi untuk negeri. Itulah closing statement of Refleksi 57 Tahun IMM dari kader amatiran ini untuk ikatan tercinta beserta semua komponen organisasi bilkhusus segenap kader pastinya.

“Kita lahir bukan sebagai Superman, tetapi lahir sebagai bagian dari Superteam.” (Kakanda Kabid SPM PC IMM Kota Makassar 19/20)


Istiqomah membaca, bergerak, melawan

Jayalah IMM Jaya, Abadi Perjuangan Kami

Billahi Fii Sabilil Haq

Fastabiqul Khairat

Selasa, 16 Maret 2021

Krisis Moral Regenerasi : Krisis Kepemimpin

Oleh: Muh. Ari Fahmi (Departemen Bidang HIKMAH PIKOM IMM FISIP Unismuh Makassar)


Di era globalisasi saat ini tak bisa dipungkiri bahwasanya dengan adanya kecanggihan teknologi sudah merebak pada seluruh elemen usia masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, hingga dewasa.

Kecanggihan teknologi yang ada saat ini, terkhusus pada sektor komunikasi (Sosial Media) sudah menjadi kebutuhan primer, dikarenakan dengan mudahnya dalam memperoleh informasi yang cepat, memudahkan dalam berkomunikasi, serta sebagai media mendapat hiburan dengan mudah.

Terlepas dari banyaknya manfaat dari kecanggihan teknologi saat ini, tentu juga menimbulkan sebuah problem besar terkhusus pada anak - anak dan remaja saat ini, yang kelak diharapkan sebagai penyambung estafet kepemimpinan bangsa.

Menelisik realita yang ada saat ini bahwasanya penyalahgunaan terhadap fungsi teknologi mampu merusak moral dan karakter bagi penggunanya, akibat meniru budaya asing, sehingga dengan mudahnya menggerus nilai - nilai budaya lokal. Terlebih lagi segala hal yang ada di dunia maya tak seluruhnya mesti dibenarkan untuk dikonsumsi.

Dalam lingkup bernegara, penyalahgunaan fungsi teknologi informasi juga mengakibatkan goyahnya stabilitas kenyamanan dan keamanan bernegara, sehingga dapat menimbulkan perpecahan dan bahkan terjadinya pelanggaran hukum akibat rentannya pengguna terpapar informasi hoax tanpa terlebih dahulu memvalidasi keabsahan informasi tersebut, yang kemungkinan besar berisi propaganda - propaganda negatif di dalamnya.

Menurut KBBI, moral dapat di definisikan sebagai (ajaran tentang) baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya. Sedangkan regenerasi didefinisikan sebagai pembaruan semangat dan tata susila.

Menurut Fiedler (1967) “Kepemimpinan pada dasarnya merupakan pola hubungan antara individu - individu yang menggunakan wewenang dan pengaruhnya terhadap kelompok orang agar bekerja bersama - sama untuk mencapai tujuan.” Sedangkan menurut Jacobs dan Jacques (1990:281) “Kepemimpinan adalah sebuah proses memberi arti terhadap usaha kolektif, dan mengakibatkan kesediaan untuk melakukan usaha yang diinginkan untuk mencapai sasaran.”

Dalam hal ini dapat kita simpulkan bahwa sebuah kepemimpinan mempunyai suatu tujuan, dalam konteks kepemimpinan bernegara kita, tentunya bertujuan pada apa yang telah termaktum dalam konstitusi dan mesti diindahkan, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa serta mewujudkan kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia.

Namun apakah cita-cita bangsa akan terwujud dengan melihat bobroknya moralitas regenerasi saat ini?, akibat penyalahgunaan fungsi teknologi.

Lantas upaya apa yang mesti dilakukan untuk mengatasi problematika tersebut?, untuk meminimalisir dampak dari penyalahgunaan teknologi dibutuhkannya peran pemerintah dan stakeholder terkait agar senantiasa memberikan edukasi langsung secara masif, mempersiapkan kader-kader bangsa yang militan serta progresif sebagai regenerasi kepemimpinan nantinya. Dan juga pentingnya kesadaran antar masing-masing individu mengambil peran untuk saling mengingatkan agar sebijaksana mungkin dalam menggunakan teknologi.

Dengan seiringnya zaman teknologi akan terus bertransformasi sesuai dengan kebutuhan dan kondisi sosial penggunya, ketika teknologi mampu digunakan secara bijak dan benar, maka teknologi dapat menunjang kemajuan suatu bangsa secara pesat, akan tetapi ketika disalahgunakan kemungkinan besar teknologi juga dapat menghancurkan suatu bangsa.

Dalam perihal membangun dan mewujudkan cita - cita bangsa, nilai - nilai positif budaya lokal mesti tetap dijadikan acuan dan pembelajaran. Budaya sebagai kearifan lokal mesti di pertahankan dan di selaraskan dengan perkembangan zaman, menempatkannya sesuai dengan porsinya masing - masing.


Billahi Fii Sabilil Haq

Fastabiqul Khairat

Perempuan dalam Budaya Patriarki dan Pengaruh Betty Friedan serta Feminisme Gelombang Kedua

Budaya patriarki adalah suatu struktur sosial yang memberikan kekuasaan utama untuk laki-laki dan menetapkan perempuan dalam posisi subordin...