Panasnya Tahun politik kian memberikan kesenjangan diantara para inisiator yang pro terhadap sistem kenegaraan yang bersifat demokrasi, dan para pemangku jabatan yang masih membawa kepentingan golongan di dalam Sistem pemerintahan. Panasnya tahun politik kali ini melahirkan dinamika yang memprihatinkan terhadap masyarakat Indonesia, naik turunnya suhu tahun politik yang diwarnai dengan penundaan pemilu yang juga menimbulkan pikiran-pikiran negatif terhadap para elite politik yang sedang menyuarakan rekayasa sosialnya di hadapan para rakyat Indonesia.
Pengadilan Negeri Jakarta pusat yang kemudian memerintahkan "penundaan pemilu 2024", hal ini kemudian menuai kontroversi dikarenakan Menkomarves kemudian mengeluarkan argumentasi yang menyatakan bahwa penundaan pemilu tahun 2024 didukung oleh pengguna media sosial ataupun internet dari para kolega partai politik pendukung Presiden Jokowi yang setuju akan penundaan pemilu. Tentunya hal ini memberikan banyak argumentasi yang mendukung hal tersebut dikarenakan banyaknya selipan-selipan putih yang berisikan lembaran berwarna dari satu meja ke meja yang lainnya, Hal ini tentunya bukan lagi sesuatu hal yang baru dalam dunia politik karena sudah menjadi patologi dalam memenangkan tahta kekuasaan yang memberikan senyuman manis yang dibelakangnya terselubung niat otoriter terhadap masing-masing golongan.
Dengan penundaan pemilu tersebut di prediksi mempunyai korelasi terhadap pembangunan IKN di Kalimantan yang di iming-imingkan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi seusai covid-19 yang masih belum stabil. Pada November 2023, Menteri Investasi atau kepala BKPM mengatakan bahwa penundaan pemilu juga merupakan usulan dari para pengusaha. Tentunya ini terkorelasi dengan bagaimana pada kabinet kepresidenan Jokowi periode kedua ini semakin memberikan peluang terhadap investor asing untuk menduduki sejumlah lahan di Ibu Kota Negara Yang terpusatkan di Kalimantan yang memiliki kemewahan dan kemegahan serta kelimpahan sumber daya alam yang mampu untuk di kelola secara legal walau tak memiliki surat yang sahih dalam menempati ataupun membangun infrastruktur di IKN tersebut.
Putusan PN Jakarta Pusat berawal dari gugatan yang dilontarkan Partai Prima pada 8 Desember 2022 lalu. Partai prima merasa dirugikan oleh KPU dalam melakukan verifikasi adminstrasi partai politik yang ditetapkan dalam rekapitulasi hasil verifikasi Administrasi Partai Politik Calon Peserta Pemilu. Sebab, akibat dari pada verifikasi KPU tersebut, partai Prima dinyatakan tidak memenuhi Syarat dan tidak bisa mengikuti verifikasi faktual (gugatnya). Dilansir dalam detikNews. Dengan hadirnya hal tersebut menjadi KPU dinyatakan melakukan perbuatan melawan konstitusi yang berlaku. Hadirnya partai politik tentunya tak lagi menghadirkan semangat demokrasi di Indonesia, sebab segala hal yang kemudian dilakukan oleh rakyat harus terwakilkan oleh para elite politik dalam menentukan siapa yang menjadi pemimpin hari ini, mulai dari menyampaikan pendapat sampai pada meminta hak diatur oleh para elite politik.
Hari ini sistem pemilihan baik secara terbuka maupun tertutup tak memberikan perubahan terhadap kemajuan dan perubahan kondisi masyarakat. Keterlibatan partai politik semakin memberikan sumbangsi kritik yang membangun kepentingan golongan sahaja, suara rakyat tak lagi didengarkan, jerit tangis rakyat pinggir semakin terhimpit oleh sodoran amplop yang berisikan lembaran yang berwarnai yang nilainya tak sebanding dengan kesengsaraan dan kepahitan hidup yang tidak layak untuk di tempati oleh rakyat. Aturan perundang-undangan direvisi sedemikian rupa untuk memperkuat pertahanan dan membentengi para pemangku kekuasaan yang bergelimang dengan kemewahan serta empuknya kursi yang berbalut dengan kain indah dalam pandangan mata. Rakyat tak butuh senyuman hangat palsu, rakyat hanya butuh KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA.
Oleh : Aldy Nurdiansyah B
Jendral SKB IX
Dept. Bidang Hikmah PKP