Selasa, 29 Agustus 2023

"Kampanye Politik Mengeksploitasi Fasilitas Sekolah; Mental Pemilih Pemula Terancam dan Dapat Menimbulkan Disharmoni"

Dalam menyambut agenda pemilu tahun 2024. para tokoh mulai bermunculan untuk menunjukkan eksistensinya masing-masing, mulai dari pendekatan kepada kaum tua, kaum muda dan terkhususnya dikalangan pelajar. Ini merupakan hal yang lumrah kita jumpai didalam suatu wilayah demokrasi. 


Namun, ada satu hal yang menjadi sorotan, yakni dengan adanya suatu keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 65/PUU-XXI/2023 yang membolehkan kampanye politik di tempat pendidikan. Tentunya keputusan itu merupakan hal yang sangat disesali oleh sebagian masyarakat. Sebagaimana, sekolah yang seharusnya dijaga agar tetap menjadi ruang publik yang netral dari aktivitas politik elektoral yang sarat dengan kepentingan personal dan kelompok. Karena warisan Paling Istimewa Bagi Generasi Berikutnya Adalah Lingkungan Yang Lestari dan Terjaga.


Dan dengan adanya agenda kampanye politik yang menggunakan fasilitas sekolah bisa saja akan merusak pemikiran anak terhadap politik itu sendiri. Karena kampanye politik bukanlah materi yang sesuai untuk dikonsumsi oleh anak, terkhususnya pada anak berusia 17 tahun yang baru saja memiliki hak suara/pilih. "Melainkan yang diperlukan oleh siswa ataupun murid sekolah dan para pemilih pemula adalah Pendidikan Politik, Kewarganegaraan, dan Hak Asasi Manusia". Ruang lingkup sekolah yang dijadikan sebagai ruang kampanye politik bukanlah model pendidikan yang efektif bagi mereka.


Dengan diizinkannya kampanye politik masuk ke sekolah tentunya akan akan berpotensi terjadinya pelanggaran pidana pemilu semakin besar. Terutama pada saat memperebutkan peserta pemilu yang akan dijadikan sebagai terget kampanye politik. Dan sepanjang pihak yang ingin menyelenggarakan kampanye di fasilitas sekolah telah mendapatkan izin dari pengelola tempat, hal ini akan dapat menimbulkan masalah. Contoh misalnya, apabila penggunaan aula ataupun gedung sekolah untuk pemilu dilakukan, tentunya kepala sekolah pun akan sulit untuk menolaknya, apa lagi diperintahkan secara struktural dari Pemda/Pemkot dan Dinas Pendidikan. 


Meskipun aturan ini mempunyai syarat tanpa atribut, tapi hal itu tidak akan menghilangkan relasi kekuasaan dan juga uang. dua hal inilah yang bisa saja disalahgunakan oleh institusi pendidikan untuk mengomersialkan panggung politik di dalam tempat pendidikan. Kondisi tersebut sedah jelas berbahaya bagi netralitas lembaga pendidikan ke depannya.



Oleh :

Rifky Nur Ichwan

(Jenderal X SKB PIKOM IMM FISIP)



Kamis, 10 Agustus 2023

Tantangan Mengemban Warisan Utang dan Kontroversi PR Titipan Ass dalam Kepemimpinan Gubernur Sulsel


 Pergantian kepemimpinan di tingkat pemerintahan selalu membawa tantangan tersendiri, terutama saat harus menghadapi warisan utang yang cukup besar dari pemerintahan sebelumnya. Hal ini menjadi salah satu isu krusial yang dihadapi oleh Pj. Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel), pasca pergantian kepala daerah dalam situasi yang tidak terduga.


Dengan utang mencapai angka yang signifikan, yaitu sebesar Rp. 1,2 triliun, Pj. Gubernur Sulsel harus mencari solusi yang tepat untuk mengelola keuangan daerah dengan bijak. Langkah-langkah kebijakan yang dilakukan dalam mengatasi utang ini menjadi sorotan utama publik dan menguji kemampuan manajemen keuangan pemerintahan daerah.


Namun, selain isu utang yang membebani, ada pula kontroversi terkait PR titipan aset (Ass) yang menambah kompleksitas situasi. Pertanyaan seputar legalitas, transparansi, dan integritas dalam penanganan aset tersebut menjadi perdebatan hangat di masyarakat. Beberapa pihak mengkhawatirkan potensi risiko korupsi atau penyalahgunaan kekuasaan dalam pengelolaan aset tersebut.


Dalam mengatasi isu ini, Pj. Gubernur Sulsel diharapkan dapat menjalankan tugasnya dengan profesionalisme dan transparansi yang tinggi. Langkah-langkah konkret dalam pengelolaan utang serta penanganan aset menjadi penting untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat dan menciptakan iklim pemerintahan yang sehat dan akuntabel.


Selain itu, penting juga bagi Pj. Gubernur Sulsel untuk berkomunikasi dengan para pemangku kepentingan, termasuk masyarakat, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil, guna memastikan bahwa kebijakan-kebijakan yang diambil benar-benar mewakili kepentingan bersama dan memperoleh dukungan yang luas.


Dalam kondisi yang penuh tantangan ini, Pj. Gubernur Sulsel dihadapkan pada ujian kepemimpinan dan integritas. Kemampuannya dalam mengelola keuangan daerah dan menangani kontroversi PR titipan Ass akan membentuk pandangan masyarakat terhadap kualitas kepemimpinannya. Dalam akhir masa jabatannya, Pj. Gubernur Sulsel diharapkan dapat memberikan solusi yang berkelanjutan dan membuka jalan bagi pembangunan Sulawesi Selatan yang lebih baik.


Rapat paripurna, sebagai salah satu forum utama dalam proses pengambilan keputusan pemerintahan, mencerminkan pentingnya partisipasi dan transparansi dalam membangun tatanan demokratis. Namun, saat rapat paripurna dilaksanakan, ASS terlihat tidak ada pada pelaksanaan rapat paripurna tersebut, berbagai pretorian dan spekulasi segera muncul. Isu ini tidak hanya mencerminkan ketidakhadiran fisik seseorang, tetapi juga mengilhami perbincangan mendalam tentang arti penting transparansi dalam kepemimpinan dan dampaknya terhadap proses keputusan.


Ketidakhadiran seorang ASS pada rapat paripurna bisa disebabkan oleh sejumlah faktor yang beragam. Salah satunya adalah adanya komitmen atau tanggung jawab lain yang mendesak, yang membuat kehadiran pada rapat menjadi sulit diwujudkan. Meskipun demikian, apa pun penyebabnya, implikasinya dalam konteks transparansi pemerintahan dan pengambilan keputusan perlu diperhatikan.


1. Transparansi Terhadap Publik:

Ketidakhadiran ASS memunculkan pertanyaan tentang keterbukaan dan transparansi dalam komunikasi antara pemerintah dan masyarakat. Dalam dunia di mana informasi dapat dengan mudah diakses dan disebarkan, masyarakat memiliki hak untuk mengetahui alasan mengapa seorang pejabat tidak hadir pada sebuah forum penting seperti rapat paripurna. Transparansi dalam memberikan penjelasan yang jelas dan akurat dapat membantu membangun dan mempertahankan kepercayaan masyarakat.


2. Kualitas Keputusan:

Kehadiran seorang ASS pada rapat paripurna sangat berpengaruh terhadap kualitas keputusan yang dihasilkan. Keputusan yang diambil dalam rapat tersebut mungkin tidak sepenuhnya mencerminkan pandangan dan masukan yang dapat diberikan oleh individu tersebut. Dampak ini dapat mempengaruhi akuntabilitas dan efektivitas kebijakan yang diambil oleh pemerintah.


3. Partisipasi dalam Proses Keputusan:

Partisipasi adalah salah satu pilar penting dalam sistem demokrasi. Ketika seorang ASS tidak hadir pada rapat paripurna, aspek ini dapat terganggu. Partisipasi setiap individu dalam proses keputusan menjamin bahwa semua suara terdengar dan semua pandangan dipertimbangkan, sehingga kebijakan yang dihasilkan mencerminkan beragam perspektif.


4. Pertanggungjawaban Kepemimpinan:

Ketidakhadiran seorang ASS juga memunculkan pertanyaan tentang pertanggungjawaban pemimpin terhadap tugas dan tanggung jawabnya. Seorang pemimpin diharapkan memberikan contoh dalam hal komitmen dan dedikasinya terhadap tugasnya. Ketidakhadiran pada rapat paripurna dapat merongrong pandangan masyarakat terhadap kualitas kepemimpinan.


Dalam menghadapi situasi ketidakhadiran seperti ini, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah yang bijaksana. Penjelasan yang jujur dan komprehensif tentang alasan ketidakhadiran dapat meredakan kebingungan dan spekulasi. Selain itu, langkah-langkah untuk memastikan kehadiran dan partisipasi yang lebih konsisten pada rapat-rapat penting perlu diambil.


Ketidakhadiran ASS pada rapat paripurna bukan hanya masalah teknis, tetapi mencerminkan prinsip-prinsip dasar demokrasi, transparansi, dan akuntabilitas dalam kepemimpinan. Dalam menghadapinya, perlu diingat bahwa setiap tindakan atau keputusan pemimpin dapat membentuk pandangan masyarakat terhadap pemerintah dan proses demokrasi secara keseluruhan.


Kepemimpinan Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) dihadapkan pada tantangan besar yang terdiri dari dua isu utama: warisan utang yang signifikan dan kontroversi seputar PR (Persoalan Rumit) titipan Aparat Sipil Satuan (ASS). Dampak dari tantangan ini sangat kompleks dan dapat mempengaruhi berbagai aspek kebijakan, pembangunan, serta persepsi publik terhadap pemerintahan daerah.


1. Dampak Ekonomi dan Keuangan:

Warisan utang sebesar Rp. 1,2 triliun menjadi beban berat yang harus diatasi oleh pemerintahan baru. Dampaknya dapat dirasakan dalam alokasi anggaran, pengeluaran pemerintah, dan pembatasan dalam merencanakan program-program pembangunan. Keputusan yang diambil dalam mengelola utang ini akan mempengaruhi stabilitas keuangan daerah dan kemampuan untuk membiayai program-program kritis.


2. Kredibilitas Pemerintahan:

Kontroversi seputar PR titipan ASS dapat menggerus kredibilitas pemerintahan. Ketidakjelasan dan spekulasi terkait aset yang menjadi PR dapat menciptakan keraguan masyarakat terhadap transparansi, etika, dan integritas pemerintah. Dampak ini dapat menghambat kemampuan pemerintahan dalam memimpin dan menghasilkan dampak positif bagi rakyat Sulsel.


3. Investasi dan Pembangunan:

Ketidakpastian akibat kontroversi PR titipan ASS dapat berdampak pada iklim investasi dan pembangunan daerah. Keputusan bisnis dan investasi sering kali dipengaruhi oleh stabilitas politik dan kepastian hukum. Jika kontroversi ini tidak diselesaikan dengan baik, potensi investasi dan pembangunan Sulsel dapat terhambat, menghambat pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.


4. Hubungan Antar Pihak:

Tantangan mengelola warisan utang dan kontroversi PR titipan ASS dapat mempengaruhi hubungan antara pemerintah dengan pemangku kepentingan, seperti lembaga keuangan, masyarakat, dan sektor swasta. Ketidakpastian dan ketidaktransparan dalam penanganan utang dan PR dapat merusak hubungan ini, menghambat kerjasama, dan mengurangi dukungan terhadap program-program pemerintah.


5. Legitimasi Pemerintahan:

Kehadiran isu utang dan kontroversi PR dalam kepemimpinan dapat mempengaruhi legitimasi pemerintah di mata publik. Jika tidak dikelola dengan baik, isu-isu ini dapat merusak citra pemerintah dan menggerus dukungan masyarakat terhadap pemerintahan tersebut. Dampak ini dapat mempengaruhi stabilitas politik dan efektivitas pemerintahan.


Dalam menghadapi dampak-dampak tersebut, pemerintahan Gubernur Sulsel perlu mengambil langkah-langkah yang bijaksana dan tegas. Transparansi, komunikasi yang terbuka, dan tindakan konkret untuk mengatasi utang dan mengelola PR titipan ASS menjadi kunci dalam memulihkan kepercayaan masyarakat, menjaga stabilitas ekonomi, dan memastikan pembangunan berkelanjutan di Sulawesi Selatan.



Oleh :

Nanda Putri Nugraha

- Kader Sekolah Kebangsaan Jilid X Pikom IMM Fisip Unismuh Makassar



Perempuan dalam Budaya Patriarki dan Pengaruh Betty Friedan serta Feminisme Gelombang Kedua

Budaya patriarki adalah suatu struktur sosial yang memberikan kekuasaan utama untuk laki-laki dan menetapkan perempuan dalam posisi subordin...