Minggu, 15 September 2024

Perempuan dalam Budaya Patriarki dan Pengaruh Betty Friedan serta Feminisme Gelombang Kedua


Budaya patriarki adalah suatu struktur sosial yang memberikan kekuasaan utama untuk laki-laki dan menetapkan perempuan dalam posisi subordinat. Di batasi dalam peran peran tradisional yang berkaitan dengan rumah tangga dan pengasuhan anak hal ini menyebabkan ketidak setaraan gender yang signifikan dalam berbagai bentuk diskriminasi terhadap perempuan.

Pengaruh Betty friedan adalah salah satu tokoh utama dalam feminisme gelombang ke 2 Yang berlangsung dari awal tahun 1960-an dan berlanjut hingga 1980-an. Gerakan ini berfokus pada isu-isu yang lebih luas seperti hak reproduksi, kesetaraan di tempat kerja,dan penghapusan kekerasan terhadap perempuan .

Feminisme gelombang kedua juga memperjuangkan perubahan mengenai kebijakan publik dan undang-undang yang lebih adil bagi perempuan, termasuk hak atas oborsi, penghapusan diskriminasi gender di tempat kerja,dan perlindungan hukum terhadap kekerasan dalam rumah tangga. Gerakan ini berusaha untuk mendobrak hambatan terhadap struktural yang membatasi perempuan untuk mempromosikan kesetaraan gender dalam berbagai aspek kehidupan.

Dalam konteks budaya patriarki, feminisme gelombang kedua sangat berperan penting dalam menciptakan suatu perubahan sosial dan mengadvokasikan hak-hak perempuan. Betty Friedan membantu membuka jalan bagi diskusi yang lebih luas mengenai gender, peran sosial,dan keadilan bagi setiap perempuan di seluruh dunia.

Bukan hanya Betty friedan,tetapi  para peneliti lainnya menyatakan bahwa feminisme , adalah gerakan yang kompleks dan multifaset. Pandangan dari Simone de Beauvoir, Betty Friedan, bell hooks, Judith Butler, dan Nancy Fraser menunjukkan betapa beragamnya isu-isu yang dihadapi oleh perempuan dan bagaimana pendekatan yang berbeda dapat saling melengkapi dalam memperjuangkan kesetaraan gender. 

Dari eksistensialisme hingga interseksionalitas, dari teori queer hingga analisis ekonomi, setiap perspektif memberikan kontribusi penting dalam memahami dan mengatasi penindasan yang dialami oleh perempuan. Dengan mempelajari dan menghargai berbagai pandangan ini, kita dapat bergerak menuju masyarakat yang lebih inklusif dan adil bagi semua gender.


Galo Purwaty (Direktur SKI jilid VIII)

Senin, 09 September 2024

Kebangsaan Indonesia: Menjaga Identitas di Tengah Tantangan Global

Kebangsaan Indonesia saat ini berada di persimpangan jalan yang kritis. Sebagai negara yang memiliki keragaman budaya, bahasa, dan suku bangsa yang sangat kaya, Indonesia telah menunjukkan kemampuannya untuk bersatu dalam keragaman. Namun, di tengah tantangan globalisasi dan perubahan cepat, penting bagi kita untuk merefleksikan dan memperkuat identitas kebangsaan kita.

Globalisasi telah membawa dampak besar terhadap masyarakat Indonesia. Akses yang mudah ke informasi dan teknologi memudahkan pertukaran budaya, tetapi juga menimbulkan tantangan bagi pelestarian identitas lokal. Banyak generasi muda yang semakin terpengaruh oleh budaya luar, yang dapat mengaburkan pemahaman mereka tentang akar budaya dan nilai-nilai kebangsaan Indonesia. Di sinilah pentingnya peran pendidikan dan media dalam menanamkan rasa cinta tanah air dan pemahaman yang mendalam tentang sejarah dan budaya bangsa.

Selain itu, tantangan sosial seperti ketidaksetaraan ekonomi, korupsi, dan konflik sosial sering kali menguji ketahanan kita sebagai sebuah bangsa. Keberagaman etnis dan budaya yang merupakan kekuatan Indonesia juga kadang-kadang menjadi sumber konflik jika tidak dikelola dengan baik. Penting bagi kita untuk terus memperjuangkan kesetaraan, keadilan, dan toleransi di tengah keragaman ini agar Indonesia tetap harmonis dan bersatu.

Di sisi positif, semangat kebangsaan Indonesia juga terlihat dalam berbagai upaya untuk memajukan negara. Proyek-proyek infrastruktur, inovasi teknologi, dan program-program pemberdayaan masyarakat menunjukkan komitmen kita untuk membangun masa depan yang lebih baik. Dukungan terhadap produk lokal dan promosi budaya Indonesia di tingkat internasional adalah langkah-langkah penting dalam memperkuat identitas nasional.

Namun, menjaga identitas kebangsaan tidak berarti menolak perubahan atau kemajuan. Sebaliknya, kita harus dapat beradaptasi dengan perkembangan zaman tanpa kehilangan jati diri. Ini memerlukan keseimbangan antara menghargai tradisi dan merangkul inovasi. Kebangsaan Indonesia harus terus diperkuat melalui pendidikan, dialog, dan kerja sama di antara seluruh elemen masyarakat.

Sebagai bangsa, kita harus tetap bersatu dalam semangat Bhinneka Tunggal Ika — berbeda-beda tetapi tetap satu. Menghadapi tantangan global dengan rasa kebangsaan yang kuat akan memungkinkan Indonesia untuk tumbuh menjadi negara yang lebih maju dan berdaya saing. Identitas kebangsaan Indonesia adalah kekuatan yang dapat mendorong kita untuk terus maju dan berkembang, sambil tetap menghormati dan merayakan keragaman yang menjadi ciri khas kita.

By: Rina (Sekretaris Div. Kajian Kebangsaan SKB XI PIKOM IMM FISIP Unismuh Makassar)

Kamis, 05 September 2024

September Hitam: Menggali Makna di Balik Kepedihan

 


September Hitam adalah sebuah istilah yang mungkin membawa kesan duka bagi banyak orang. Istilah ini sering kali merujuk pada serangkaian peristiwa tragis yang terjadi pada bulan September, yang menyisakan bekas mendalam dalam sejarah. Setiap kejadian memilki dampak yang unik, dan penilaian terhadap peristiwa-peristiwa ini bisa sangat subjektif tergantung pada perspektif masing-masing.

Dalam konteks sejarah Indonesia, "September Hitam" sering kali diasosiasikan dengan peristiwa-peristiwa kelam yang menandai perubahan besar dalam tatanan sosial-politik negara. Salah satu contoh yang paling dikenal adalah peristiwa Gerakan 30 September (G30S) yang terjadi pada tahun 1965, di mana terjadi pembunuhan massal terhadap para jenderal dan aktivis yang kemudian mengarah pada perubahan besar dalam struktur kekuasaan di Indonesia. Peristiwa ini meninggalkan trauma dan luka mendalam yang belum sepenuhnya sembuh hingga kini.

Namun, penting untuk diingat bahwa setiap peristiwa sejarah, meskipun tragis, juga memberikan pelajaran berharga. September Hitam mengajarkan kita tentang pentingnya refleksi dan pemahaman akan apa yang telah terjadi, serta bagaimana kita bisa menghindari pengulangan kesalahan di masa depan. Ini juga mengingatkan kita tentang kekuatan dan ketahanan manusia dalam menghadapi kesulitan, serta pentingnya upaya kolektif untuk membangun masa depan yang lebih baik.

Di sisi lain, peristiwa-peristiwa yang dianggap sebagai "hitam" dalam kalender sejarah sering kali menjadi pemicu bagi perubahan sosial dan politik yang signifikan. Masyarakat sering kali menggunakan momen-momen ini sebagai titik awal untuk merefleksikan kemajuan, mengevaluasi kesalahan masa lalu, dan berkomitmen untuk memperbaiki keadaan.

Sebagai individu dan masyarakat, kita harus mendekati "September Hitam" dengan sikap yang terbuka dan reflektif. Alih-alih terjebak dalam rasa duka atau kemarahan, kita harus melihat ke depan dengan harapan akan perbaikan. Momen-momen kelam dalam sejarah adalah pengingat akan pentingnya keadilan, rekonsiliasi, dan pembangunan berkelanjutan.

Dengan memaknai "September Hitam" sebagai kesempatan untuk belajar dan berkembang, kita tidak hanya menghormati memori mereka yang telah pergi tetapi juga membangun masa depan yang lebih cerah bagi generasi mendatang. Kita harus terus berusaha agar sejarah tidak hanya menjadi catatan kelam, tetapi juga pelajaran berharga untuk menciptakan dunia yang lebih baik.

By : Asrianty

(Direktur Keuangan SKB XI PIKOM IMM FISIP UNISMUH MAKASSAR)

Jumat, 30 Agustus 2024

Pengembangan Diri sebagai Fondasi Kepemimpinan Efektif di Era Transformasi Digital

 


Pengembangan diri memiliki hubungan erat dengan kepemimpinan yang efektif, terutama di era transformasi digital. Seorang pemimpin yang berhasil tidak hanya harus memiliki visi yang kuat, tetapi juga kemampuan untuk terus berkembang dalam berbagai aspek kehidupan. Pengembangan diri menjadi fondasi penting dalam membentuk karakter kepemimpinan yang tangguh, adaptif, dan visioner.

Dalam kepemimpinan, kemampuan untuk memahami diri sendiri dan melakukan self-improvement merupakan syarat utama agar seorang pemimpin bisa memahami orang lain, menghadapi tantangan, serta membuat keputusan yang bijaksana. Seorang pemimpin yang secara aktif mengembangkan keterampilan diri, baik teknis maupun non-teknis, akan lebih siap menghadapi perubahan yang cepat dan dinamis, terutama dalam dunia yang terus terhubung oleh teknologi.

Pengembangan diri juga berperan dalam membentuk kepemimpinan yang lebih inklusif. Seorang pemimpin yang terus belajar memiliki keterbukaan pikiran untuk menerima kritik, mengakui kekurangan, dan memperbaiki diri. Ini menciptakan budaya kerja yang lebih kolaboratif dan terbuka, di mana semua orang merasa didengar dan dihargai.

Lebih jauh lagi, pengembangan diri dalam konteks kepemimpinan mencakup pengasahan keterampilan soft skill seperti komunikasi, empati, dan manajemen emosi. Seorang pemimpin yang mampu memahami dan mengelola emosi, baik diri sendiri maupun timnya, akan lebih efektif dalam mengarahkan kelompok dan memotivasi mereka untuk mencapai tujuan bersama. Pengembangan empati dan keterampilan interpersonal ini juga menciptakan kepercayaan di antara anggota tim, yang merupakan elemen penting dalam membangun kepemimpinan yang kuat.

Selain itu, pemimpin yang terus berkembang cenderung lebih mampu menginspirasi dan memotivasi orang lain untuk juga mengembangkan diri mereka. Dengan menunjukkan komitmen terhadap pertumbuhan pribadi, seorang pemimpin menciptakan teladan yang mendorong orang lain untuk terus belajar, berinovasi, dan mencapai potensi terbaik mereka. Dengan demikian, pengembangan diri bukan hanya bermanfaat bagi individu, tetapi juga menjadi elemen kunci dalam membentuk gaya kepemimpinan yang relevan, efektif, dan berkelanjutan.

By : Fitrah Ramadhana

(Direktur Media dan Aksi PIKOM IMM FISIP UNISMUH MAKASSAR)

Sabtu, 24 Agustus 2024

Keputusan MK: Menjadi Panggung Sandiwara Politik atau Hanya Mengocok Ulang Kartu?

Lagi-lagi, Mahkamah Konstitusi (MK) membikin heboh dengan keputusan yang tampaknya lebih mirip langkah politik daripada bentuk keadilan konstitusional. Kali ini, MK memutuskan untuk membolehkan partai politik tanpa kursi di DPRD mengajukan calon kepala daerah. Dari kacamata luar, ini mungkin terlihat seperti upaya untuk memperkuat demokrasi, tapi bagi sebagian orang yang melihat lebih dalam, langkah ini tampaknya tidak lebih dari sekadar menambah lapisan drama politik di panggung yang sudah penuh intrik.

Drama Cepat ala DPR: Revisi UU Kilat

Belum hilang kejut dari putusan MK, DPR dengan gesit langsung menyiapkan revisi UU Pilkada. Rapat maraton diadakan, tapi siapa yang diajak bicara? Tentu saja bukan publik. Bagaimana bisa publik diajak berpikir jika urusan negara diputuskan secepat kilat? Kritik keras pun datang, menyebut langkah DPR ini sebagai pembegalan konstitusi, seperti menambah garam pada luka. Seolah mereka ingin menyelesaikan semuanya secepat mungkin sebelum rakyat benar-benar sadar apa yang sedang terjadi.

Dalam rapat yang dilakukan seperti terburu-buru, tidak ada yang tahu siapa yang sebenarnya diuntungkan dari revisi ini. Apakah ini benar-benar untuk kepentingan rakyat, atau hanya permainan para elite politik untuk mempertahankan kekuasaan mereka? Yang jelas, proses kilat ini jauh dari apa yang disebut demokrasi deliberatif.

Panggung Pertarungan yang Semakin Ramai

Tidak dapat dipungkiri, ini menjadi medan pertempuran yang semakin sengit setelah putusan MK ini. PDIP, yang sebelumnya harus bergulat untuk mendapatkan calon yang kuat, kini tersenyum lebar. Dengan perubahan ini, mereka bisa bebas menentukan siapa yang akan maju tanpa harus memikirkan syarat kursi di DPRD. Apakah ini artinya demokrasi lebih hidup? Atau ini hanya memberikan kesempatan bagi para politisi lama untuk kembali bersaing dalam arena yang sudah mereka kenal baik? Nama-nama seperti Anies Baswedan dan Ahok kini kembali mengisi headline, seolah ini semua tidak pernah bisa lepas dari bayang-bayang masa lalu.

Politik Tanpa Kursi: Inovasi atau Sekadar Gimmick?

Dengan membuka pintu bagi partai tanpa kursi di DPRD untuk mencalonkan kepala daerah, MK tampaknya ingin menciptakan ilusi bahwa demokrasi kita lebih inklusif. Namun, banyak yang melihat ini sebagai gimmick politik belaka. Bagaimana tidak, partai-partai kecil yang tidak memiliki basis kuat di daerah kini bisa masuk bursa pencalonan, memicu fragmentasi politik yang malah bisa memperparah ketidakstabilan.

Para pengamat politik pun bertanya-tanya, apakah keputusan ini justru akan memperkuat praktik politik transaksional? Dengan semakin banyaknya calon dari berbagai partai kecil, apakah ini tidak membuka peluang untuk transaksi politik di bawah meja yang justru menjauhkan rakyat dari hakikat demokrasi? Tidak jarang, keputusan semacam ini malah menciptakan lebih banyak masalah daripada solusi.

Panggung yang Sama, Aktor yang Sama

Keputusan MK kali ini menambah satu lagi bab dalam kisah panjang politik Indonesia, di mana setiap langkah tampaknya tidak lebih dari pengulangan sejarah dengan aktor yang sama, hanya sedikit berbeda kostum. Meski dikemas sebagai langkah untuk memperkuat demokrasi, putusan ini terlihat lebih sebagai taktik untuk merombak peta kekuasaan, menambah lapisan sandiwara politik yang seakan tak pernah usai. 

Apakah ini akan membawa perubahan berarti, atau sekadar memberi kesempatan bagi aktor-aktor lama untuk kembali tampil di panggung yang sama? Sejarah akan menjadi hakimnya. Yang jelas, rakyat tetap harus waspada dan kritis, karena dalam politik, yang tampak di permukaan sering kali hanyalah puncak gunung es.


Nur Ilham

(Jendral SKB XI PIKOM IMM FISIP UNISMUH MAKASSAR)

Sabtu, 17 Agustus 2024

Peringatan 17 Agustus 2024: Merayakan Kemerdekaan dengan Tema Baru dan Menyambut Era IKN



Tanggal 17 Agustus selalu menjadi hari yang istimewa bagi bangsa Indonesia, merayakan Kemerdekaan Republik Indonesia dengan penuh kebanggaan dan semangat. Pada tahun ini, peringatan kemerdekaan datang dengan nuansa yang penuh makna, seiring dengan tema yang diusung dan perkembangan besar terkait pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur.

Tema peringatan kemerdekaan 2024, "Bangkit Bersama, Maju untuk Indonesia," menggarisbawahi semangat kolektif untuk menghadapi tantangan dan memajukan negara. Tema ini mencerminkan harapan dan tekad untuk bersatu dalam mewujudkan visi besar bangsa, terutama di tengah perubahan dan kemajuan yang sedang berlangsung.

Peringatan 17 Agustus tahun ini menjadi momentum yang tepat untuk merefleksikan pencapaian kita dan menyambut era baru dengan penuh harapan. Salah satu langkah signifikan dalam proses transformasi nasional adalah pemindahan ibu kota ke IKN, yang diharapkan dapat menjadi simbol kebangkitan baru dan pemerataan pembangunan di seluruh nusantara. Proyek IKN bukan hanya tentang pembangunan fisik, tetapi juga tentang merancang sebuah kota masa depan yang ramah lingkungan, berkelanjutan, dan inovatif.

Namun, proyek ambisius ini juga menghadapi tantangan besar, termasuk keberlanjutan, dampak sosial, dan penyediaan infrastruktur yang memadai. Penting bagi semua pihak untuk bekerja sama secara transparan dan efektif untuk memastikan bahwa pemindahan IKN memberikan manfaat yang luas bagi seluruh masyarakat, serta menjadi model bagi pembangunan kota di masa depan.

Di tengah semangat kemerdekaan, tema "Bangkit Bersama, Maju untuk Indonesia" harus menjadi pendorong untuk menguatkan rasa persatuan dan kolektivitas. Perayaan kemerdekaan tahun ini harus menginspirasi kita untuk berkomitmen pada visi besar Indonesia, mendukung proyek IKN, dan berkontribusi pada pencapaian tujuan nasional dengan penuh tekad.

Dengan semangat kemerdekaan yang terus menyala, mari kita hadapi tantangan dan peluang yang ada dengan optimisme. Peringatan 17 Agustus 2024 adalah saat yang tepat untuk bersyukur atas pencapaian yang telah diraih, merayakan langkah-langkah maju yang telah diambil, dan bertekad untuk terus bekerja keras demi masa depan Indonesia yang lebih baik dan lebih sejahtera. Semoga pembangunan IKN dan berbagai upaya pembangunan lainnya membawa perubahan positif dan kemajuan yang berkelanjutan bagi seluruh bangsa.

By : Sri Umistiyani (Anggota Devisi Kajian Kebangsaan SKB XI PIKOM IMM FISIP Unismuh Makassar)

Sabtu, 03 Agustus 2024

Pemimpin Muda atau Pemimpin Berpengalaman; Relevansi dalam Konteks Indonesia Saat Ini

 


Diskusi mengenai pemimpin muda versus pemimpin berpengalaman sangat relevan dalam konteks Indonesia saat ini. Dengan populasi muda yang besar dan tantangan serta peluang yang terus berkembang, perdebatan ini muncul di berbagai sektor, baik di politik, pemerintahan, maupun dunia bisnis. Indonesia saat ini menghadapi pergeseran besar antara modernisasi dan tradisi. Generasi muda yang lebih melek teknologi dan memiliki wawasan global mulai merambah ke dunia politik dan bisnis. Mereka datang dengan ide-ide segar dan lebih terbuka terhadap inovasi, membawa angin perubahan di berbagai sektor yang sebelumnya didominasi oleh generasi yang lebih tua dan berpengalaman.

Pemimpin muda sering kali diharapkan dapat mempercepat transformasi digital, meningkatkan efisiensi birokrasi, dan memperkenalkan kebijakan-kebijakan yang relevan dengan kebutuhan masyarakat modern. Di sisi lain, pemimpin berpengalaman yang telah lama berkecimpung dalam sistem politik dan pemerintahan, memiliki pemahaman mendalam tentang tantangan-tantangan yang dihadapi negara sebesar Indonesia, termasuk stabilitas politik, sosial, dan ekonomi. Pemimpin muda di Indonesia memiliki potensi besar dalam membawa perubahan positif. Dengan keunggulan dalam memahami teknologi digital dan media sosial, mereka dapat mempercepat modernisasi, menciptakan komunikasi yang lebih efektif dengan masyarakat, serta memperkenalkan inovasi di berbagai sektor. Di tengah perubahan global yang cepat, pemimpin muda yang beradaptasi dengan perkembangan zaman menjadi penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan reformasi birokrasi.

Isu-isu kontemporer seperti perubahan iklim, keadilan sosial, dan pemberdayaan perempuan juga sering menjadi prioritas bagi pemimpin muda. Generasi ini cenderung lebih sensitif terhadap perubahan global dan nilai-nilai baru yang muncul, menjadikannya lebih responsif terhadap isu-isu keberlanjutan dan inklusivitas. Namun, tantangan besar bagi pemimpin muda di Indonesia adalah kurangnya pengalaman dalam menghadapi situasi krisis dan mengelola dinamika politik yang kompleks. Birokrasi yang kaku, tekanan dari kelompok kepentingan, serta tantangan dalam meraih dukungan dari masyarakat yang terbiasa dengan gaya kepemimpinan tradisional menjadi hambatan yang sering dihadapi oleh pemimpin muda.

Di sisi lain, pemimpin berpengalaman memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas dan keberlanjutan kebijakan. Pengalaman panjang mereka memberikan wawasan yang lebih dalam tentang bagaimana mengelola situasi krisis, melakukan diplomasi, serta mempertahankan stabilitas ekonomi dan sosial. Kemampuan untuk membuat keputusan strategis yang matang dan teruji oleh waktu menjadi kekuatan utama dari pemimpin yang sudah lama berkecimpung dalam dunia politik atau pemerintahan. Indonesia, sebagai negara dengan populasi besar dan beragam, membutuhkan pemimpin yang mampu menjaga keseimbangan antara perubahan dan stabilitas. Pemimpin berpengalaman, dengan pemahaman mendalam tentang struktur politik dan sosial, memiliki kemampuan untuk merumuskan kebijakan jangka panjang yang penting bagi keberlanjutan pembangunan negara.

Dalam konteks Indonesia yang sedang berubah, yang ideal bukanlah memilih antara pemimpin muda atau berpengalaman, tetapi menciptakan keseimbangan antara keduanya. Pemimpin muda dengan inovasi dan energi mereka dapat membawa perubahan yang dibutuhkan oleh negara, namun tetap perlu didukung oleh pemimpin berpengalaman yang memiliki wawasan dan kemampuan untuk menjaga stabilitas dan keberlanjutan kebijakan. Sinergi antara kedua generasi ini dapat membawa Indonesia menuju masa depan yang lebih cerah, di mana perubahan yang progresif berjalan seiring dengan stabilitas yang kuat. Kolaborasi antar-generasi ini menjadi kunci dalam menghadapi tantangan-tantangan baru yang muncul di era globalisasi dan digitalisasi, serta dalam mewujudkan visi Indonesia yang lebih maju dan inklusif.

Pada akhirnya, pilihan antara pemimpin muda atau pemimpin berpengalaman harus didasarkan pada kebutuhan spesifik situasi dan tantangan yang dihadapi. Kedua tipe pemimpin memiliki peran penting, dan keberhasilan kepemimpinan di Indonesia akan sangat bergantung pada kemampuan untuk memadukan energi inovatif dari generasi muda dengan kebijaksanaan dan pengalaman generasi yang lebih tua.


By: Andi Muh. Dzaky

(Sekretaris Jendral SKB XI PIKOM IMM FISIP UNISMIH MAKASSAR)

Perempuan dalam Budaya Patriarki dan Pengaruh Betty Friedan serta Feminisme Gelombang Kedua

Budaya patriarki adalah suatu struktur sosial yang memberikan kekuasaan utama untuk laki-laki dan menetapkan perempuan dalam posisi subordin...