Sudah terlalu
banyak ketimpangan-ketimpangan yang terjadi pada masa kepemimpinan Pak Harto.
Mulai dari kasus “Marsinah”, sampai pada kasus kericuhan yang terjadi di
peristiwa Semanggi 1.
Tepat pada tanggal 21 Mei 1998, Para Mahasiswa menggelar
sebuah aksi penolakan yang menuntut “Reformasi Total terus dilanjutkan”. Dan
salah satunya adalah “Menolak Pelaksanaan sidang istimewa MPR 10-13 November.
Savic Ali adalah seorang aktivis pada saat itu yang melakukan sebuah negosiasi dengan seorang Komandan Polisi yang memisahkan barisan polisi dan barisan Mahasiswa, dan permintaan dari komandan tersebut meminta jaminan untuk tidak terjadinya bentrok dan Savic Ali pun berserta Mahasiswa lainnya juga tidak menginginkan hal itu terjadi. Karena yang mereka inginkan ialah melanjutkan perjalanan ke gedung DPR. Tiba-tiba muncul beberapa mobil water cannon yang menyeburkan air kepada para aksi massa dan melakukan sebuah penembakan yang bersifat ancaman, tetapi beberapa dari pendemo yang ada pada lokasi tersebut itu nyatanya tertembak. “Jendral Wiranto memerintahkan para tentara untuk membubarkan aksi massa karena dia menganggap bahwa itu adalah bentuk makar (ingin menggulingkan pemerintah yang sah) ucap Savic Ali.
Tepat pada tanggal 12 November 1998 Mahasiswa masih tetap
turun ke jalan untuk menyuarakan apa yang menjadi ketimpangan serta keresahan
rakyat, tiba malam hari puncak kericuhan semakin tak terbendum dan aksi saling
memukul serta melempar terjadi antara aparat keamanan dan para mahasiswa. Usman
Hamid juga sebagai saksi mata pada saat itu menjelaskan bahwa “Mahasiswa tidak
melakukan kekerasan terhadap aparat namun para aparat yang kemudian melakukan
penyerangan terlebih dahulu kepada para aksi massa dengan melakukan penembakan
yang bahkan menewaskan banyak orang”.
Ironisnya adalah banyak dari pada TNI-Polri beralih fungsi
terhadap apa yang menjadi TUPOKSI mereka pada masa itu, mereka yang fungsinya
mengayomi dan menjaga agar rakyat yang berdemonstrasi tetap aman dan lancar
justru mereka lebih cenderung bertindak diskriminatif apatalagi adanya komando
satu Aray yang di arahkan pada aparat keamanan tersebut yang dimana mereka
mendapat perintah untuk membubarkan massa aksi dengan menembakinya dengan
peluru timah panas yang banyak menewaskan mahasiswa yang berdemonstrasi saat
itu.
Tentu saja peristiwa yang terjadi di Semanggi 1dan Semanggi
2 adalah sebuah fenomena nyata Tindakan Pelanggaran HAM Berat yang dilakukan
pihak Keamanan TNI-Polri sebagai pelaku utama dalam kasus ini. Dan itu akan
menjadi sebuah jejak sejarah Hitam yang akan terus terkubur didalam
ketidakpastian apabila pemimpin pemimpin tidak memprioritaskan Penyelesaian
Kasus Pelanggaran HAM Berat di masa lalu.
Kemudia, tiba masa rezim Jokowi Mengagendakan ingin
menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu dan ingin
menghapus IMPUNITA. Namun setelah berjalannya periode kepemimpinan agenda
tersebut tak kunjung dilaksanakan.
Pada akhirnya sampai
pada saat ini justru semakin banyak kemudian kasus pelanggaran HAM serta
kesengsaraan yang dirasakan oleh masyarakat terhadap kebijakan yang telah
ditetapkan oleh Pak Jokowi berserta para kolega. Banyak aspirasi-aspirasi
mahasiswa dan masyarakat yang tidak lagi didengarkan oleh wakil rakyat pada
saat ini. Justru muncul kembali aturan- aturan yang terjadi pada saat masa
jabatan Pak Soeharto.
Oleh : Aldy Nurdiansyah B
Jendral SKB IX PIKOM IMM FISIP UNISMUH Makassar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar