Empat tahun silam, Indonesia digegerkan oleh aksi Nasional yang menggerakkan hati banyak orang.
Merefleksi gerakan Reformasi Dikorupsi Yang terjadi pada tanggal 23 September 2019, yang mana pada saat itu 11 kota besar yang menjadi titik aksi reformasi dikorupsi.
Sebagaimana aksi tersebut berakhir tindakan brutal dan represif dari aparat dengan menembakkan gas air mata dan juga meriam air bahkan peluru karet.
Tidak hanya itu, sebagian demonstran diburu hingga ke dalam rumah makan, stasiun,tempat ibadah dan beberapa tempat umum lainnya.
Aksi nasional dengan 7 Desakan yang mempersatukan berbagai macam elemen mulai dari mahasiswa, buruh, tani, nelayan, dan pelajar dilawan dengan aksi brutal dan kekerasan oleh aparat keamanan dengan penggunaan kekuatan yang tidak perlu atau berlebihan.
Dampak dari kebrutalan tersebut terdapat 5 orang masa aksi meinggal dunia, diantaranya IMMawan Randi, Yusuf Kardawi, Mahasiswa Universitas Halu Oleo; pemuda asal Tanah Abang, Maulana Suryadi; serta dua pelajar, Akbar Alamsyah dan Bagus Putra Mahendra.
Akar masalah dari berbagai unjuk rasa ini adalah diterbitkannya berbagai undang-undang/maupun rancangan Undang-Undang kontroversial yang bermasalah oleh Pemerintah dan DPR.
Ketika masyarakat sebagai pemilik kedaulatan menunjukkan ketidak setujuannya secara terbuka justru dibalas oleh negara melalui aparat penegak hukumnya dengan tidakan yang brutal. Agar perlawanan warga padam sehingga negara dapat dengan leluasa mengeluarkan aturan dan kebijakan yang bertentangan dengan nalar publik tersebut.
Kasus ini menjadi perhatian nasional dan menyiratkan pertanyaan besar tentang sistem peradilan di negara ini, serta bagaimana keadilan sering kali tampak mati di tangan oligarki.
Kasus ini mengungkapkan ketidakseimbangan yang nyata dalam sistem peradilan Indonesia. Keadilan yang harusnya ditegakkan tampak terlupakan.
Pentingnya transparansi, keadilan, dan akuntabilitas dalam sistem peradilan. Masyarakat Indonesia memiliki hak untuk menuntut keadilan yang sejati, dan kasus seperti ini seharusnya menjadi cambuk bagi pemerintah dan sistem hukum untuk bertindak secara adil dan tanpa intervensi politik.
Peristiwa ini merupakan panggilan kepada kita semua untuk terus berjuang demi keadilan, untuk menekan pemerintah agar kiranya sistem peradilan tetap bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang adil.
Maka dari itu sebagai Warga Negara Indonesia yang mempunyai wewenang kedaulatan yang besar didalam sistem demokrasi Indonesia tentunya mempunyai hak untuk tetap dapat membela keadilan demi terwujudnya negara yang adil dan makmur.
Oleh :
Galo Purwatiy (Direktur Keuangan SKB X PIKOM IMM FISIP UNISMUH MAKASSAR)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar