Sabtu, 30 April 2022

MAY DAY 1 MEI : Altruisme KARL MARX dan Kesadaran Buruh atas ketertindasan.

 



Tanggal 1 Mei selalu diperingati sebagai Hari Buruh Internasional atau May Day oleh semua elemen buruh di seluruh dunia. Peringatan hari buruh biasanya diwarnai dengan aksi demonstrasi dan retorika perjuangan nasib buruh yang tertindas. 

Hal ini sejalan dengan kemunculan hari buruh yang memang lahir dari ketertindasan kelas pekerja oleh sistem industri yang kapitalistik pada akhir abad ke 19. 

Seperti diketahui, revolusi industri yang terjadi di Inggris pada abad ke 18 telah mengubah hubungan antara buruh dengan para pemilik modal (kapitalis).Kekuatan kapitalisme menggurita, sementara nasib para pekerja kian dikesampingkan. Apalagi, proses revolusi industri yang kian massif di Eropa Barat dan Amerika Serikat, telah menggantikan fungsi manusia yang selama ini menjadi motor kerja industri. 

Akibat revolusi itu, terjadi efisiensi besar-besaran. Upah buruh turun. Nasib buruh makin terpinggirkan. Sementara jam kerja ditambah. Tak heran Koentowijoyo, dalam buku Peran Borjuasi Dalam Transformasi Eropa, kemudian menyebut revolusi industri [beserta dinamikanya] adalah puncak peranan tradisi kaum borjuasi Inggris. 

Adapun gagasan revolusi ini tidak terlepas dari peranan penting seorang KARL MARX 
Yang memiliki kepedulian terhadap nasib buruh yang jauh dari kesejahteraan maupun kedaulatan . Karl Marx menginterpretasikan kapitalisme sebagai bentuk penjajahan yang melahirkan penderitaan terhadap kaum buruh yang berperan sebagai bagian fundamental dari sistem tersebut. 

Sikap Altruisme dalam diri Marx mendorongnya untuk melakukan protes dalam bentuk konsep  terhadap ketidakadilan dan perampasan Hak hidup yang layak , terhadap pemberlakuan sistem Industri yang kapitalistik tersebut. 

Marx menulis Manifesto Komunis pada Januari 1848, menggunakan traktat yang ditulis Engels untuk Liga pada tahun 1847 sebagai model. Manifesto itu dibuka dengan kata-kata dramatis, 

“Sebuah momok menghantui Eropa—momok komunisme,” dan diakhiri dengan pernyataan: “Kaum proletar tidak akan kehilangan apa-apa selain rantai mereka. Mereka memiliki dunia untuk dimenangkan. Pekerja dunia, bersatu!”
Dalam Manifesto Komunis, Marx meramalkan revolusi yang akan segera terjadi di Eropa. Pamflet itu hampir tidak mendingin setelah keluar dari pers di London ketika revolusi pecah di Prancis pada 22 Februari atas pelarangan pertemuan politik yang diadakan oleh sosialis dan kelompok oposisi lainnya.
Kerusuhan yang terisolasi menyebabkan pemberontakan rakyat, dan pada 24 Februari Raja Louis-Philippe dipaksa turun tahta. Revolusi menyebar seperti api di seluruh benua Eropa. Marx berada di Paris atas undangan pemerintah provinsi ketika pemerintah Belgia, yang takut gelombang revolusioner akan segera melanda Belgia, mengusirnya. Belakangan tahun itu, dia pergi ke Rhineland, di mana dia melakukan pemberontakan bersenjata. 

Borjuasi Eropa segera menghancurkan Revolusi 1848, dan Marx harus menunggu lebih lama untuk revolusinya. Dia pergi ke London untuk tinggal dan terus menulis dengan Engels saat mereka mengorganisir lebih lanjut gerakan komunis internasional. 

Pada tahun 1864, Marx membantu mendirikan Asosiasi Pekerja Internasional (International Workingmen’s Association) – dikenal sebagai First International– dan pada tahun 1867 menerbitkan volume pertama Das Kapital yang monumental , yang merupakan karya dasar teori komunis. 

Menjelang kematiannya pada tahun 1883, komunisme telah menjadi gerakan yang diperhitungkan di Eropa. Tiga puluh empat tahun kemudian, pada tahun 1917, Vladimir Lenin, seorang Marxis, memimpin revolusi komunis pertama yang sukses di dunia di Rusia. 

Serangkaian Sejarah pergerakan buruh internasional menjadi hal yang diperhitungkan dan menjadi bentuk manifestasi buruh terhadap Kapitalisme yang mengakar pada masa itu. 

Adapun peristiwa gerakan revolusi serentak dan konsisten tersebut sebagai bentuk buah pemikiran yang lahir dari keresahan Marx terhadap kaum buruh yang dizolimi secara Struktur sosial yang tidak manusiawi. 

" Agama adalah desahan dari makhluk yang terkepung, kejeniusan dari dunia yang tidak berperasaan karena ia adalah semangat dari keadaan yang tidak memiliki pikiran."
-Karl Marx


Selamat memperingati hari Buruh Internasional , untuk para Kaum buruh muslim , ketahuilah bahwa sesungguhnya kepedulian akan sesama , perjuangan menuju keridhaan, tdk diperoleh dari jalan jalan keapatisan yang menghalalkan penindasan halus Perusahaan . Tapi telah menjadi tanggungjawab bagi setiap kita yang mangaku Muslim untuk menjihadkan kebenaran meskipun itu mengancam nyawa kita .
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا مَا لَكُمْ إِذَا قِيلَ لَكُمُ انْفِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ اثَّاقَلْتُمْ إِلَى اْلأَرْضِ أَرَضِيتُمْ بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا مِنَ اْلآَخِرَةِ فَمَا مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فِي اْلآَخِرَةِ إِلاَّ قَلِيلٌ (38) إِلاَّ تَنْفِرُوا يُعَذِّبْكُمْ عَذَابًا أَلِيمًا وَيَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ وَلاَ تَضُرُّوهُ شَيْئًا وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ 

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya apabila dikatakan kepada kamu: “Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah” kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu. Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit. Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah akan menyiksa dengan siksa yang pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberi kemudharatan kepada-Nya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. At-Taubah: 38-39).


 Oleh :
Agus Maulana (Sekbid RPK PIKOM IMM FISIP UNISMUH Makassar)



Sabtu, 23 April 2022

HARI BUKU SEBAGAI UPAYA PEMBEBASAN ATAS PENJARA KEBODOHAN

 


Jikalau membaca buku tidak kita jadikan sebagai kewajiban dalam mengarungi lautan keraguan yang disebabkan ketidak tahuan , bagaimana mungkin kita bisa terbebas dari penjara penjara kebodohan??
Fenomena krisis kesadaran akan identitas yang mengklaim dirinya sebagai orang orang yang tercerahkan oleh Status Kemahasiswaan yang ia emban,  justru menjadi fenomena narsisme yang sering kali dipertontonkan di meja meja kopi perdiskusian. 

Menurunnya kualitas sumber daya manusia disebabkan karena kurangnya perhatian para Mahasiswa terkhususnya,  terhadap buku-buku bacaan yang membentuk pola pikir mereka. Sebagaian besar dari mereka menganggap bahwa buku buku hanyalah kertas usang  yang tak mampu membuat perutnya kenyang. 

Dunia kampus hari ini seakan akan hanya dibuat untuk menghasilkan sumber daya manusia yang bermental tempe. Sebagian besar akademisi yang kemudian ditanya mengenai tujuan kuliah , banyak dari mereka yang menjawab bahwa tujuannya hanyalah untuk memperoleh ijazah sehingga mereka memandang kesuksesan dapat diraih dengan capaian IPK yang tinggi. 

terjadinya Degradasi Intelektual di wilayah kampus disebabkan oleh pengaruh globalisasi yang menenggelamkan manusia pada fakta fakta realitas yang mencuci otak para pelajar, sehingga mempengaruhi pola pikir mereka. 

Teknologi informasi yang hadir ditengah arus globalisasi seakan menuntun sebagian akademisi menjadi malas dan enggan untuk mencari referensi lewat membaca buku . 
Akibatnya para generasi yang sedang menekuni proses kuliah lebih cenderung menghabiskan waktunya di sosial media dan menikmati hiburan hiburan yang dangkal akan hal hal ilmiah. 

UNESCO menyebutkan Indonesia urutan kedua dari bawah soal literasi dunia, artinya minat baca sangat rendah. Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya, dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca! 

Riset berbeda bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Padahal, dari segi penilaian infrastuktur untuk mendukung membaca, peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa. 

Tapi yang menjadi pertanyaan mengapa kita tertinggal , sedangkan dalam segi infrastruktur dalam mendukung minat baca , kita lebih mumpuni dari negara negara di Eropa??
Jawabannya adalah "gadget".
Mengapa demikian??data wearesocial per Januari 2017 mengungkap orang Indonesia bisa menatap layar gadget kurang lebih 9 jam sehari. Tidak heran dalam hal kecerewetan di media sosial orang Indonesia berada di urutan ke 5 dunia. 

Coba saja bayangkan, ilmu minimalis, malas baca buku, tapi sangat suka menatap layar gadget berjam-jam, ditambah paling cerewet di media sosial pula. Jangan heran jika Indonesia jadi sasaran empuk untuk info provokasi, hoax, dan fitnah. Kecepatan jari untuk langsung like dan share bahkan melebihi kecepatan otaknya. Padahal informasinya belum tentu benar, provokasi dan memecah belah NKRI. 

Kengerian yang dihadirkan oleh technologi informasi saat ini memang merupakan ancaman besar terhadap regenerasi mendatang. 

Melihat fenomena itu , lantas apa yang harus kita lakukan untuk memperoleh solusi yang mampu membebaskan masyarakat dari kebodohan itu?? 

Solusinya adalah, dengan menghidupkan kembali Tradisi Literasi di tengah tengah masyarakat digital sebagai Upaya mencerdaskan dan membebaskan masyarakat dari berbagai problem problem yang dihadapinya saat ini . 

Reformulasi menjadi penting untuk di lakukan , dengan melalui pendekatan literasi digital untuk mengimbangi dan mewaraskan para regenerasi. 

Selain daripada itu perlunya juga kita kembali menghidupkan tradisi membaca buku asli atau non digital . Karena membaca lewat buku asli menghindarkan kita pada notifikasi gadget yang berpotensi mengganggu kefokusan belajar. Untuk itu diperlukan agen agen terkhususnya mahasiswa yang memiliki tanggungjawab paling besar dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan kembali berliterasi.  

Mengutip perkataan dari Sindhunata, seorang budayawan mengatakan “Hidup yang berkaki kuat adalah hidup yang menyejarah. Namun bagaimana kita bisa tahu sejarah, jika kita tidak membaca? Hidup yang berkaki kuat adalah hidup yang tidak sempit dan berani menjelajah. Namun bagaimana kita tahu akan yang luas, dan inspirasi untuk penjelajahan, jika kita tidak membaca?” 


23 April sebagai hari buku dunia,  menjadi langkah awal untuk kita menjalajah dan berupaya menyadarkan dan mengembalikan apa yang pernah tiada . Jikalau pembebasan terhadap kebodohan tidak di upayakan , maka bagaimana mungkin kita bisa sampai pada titik kebijaksanaan dalam menemukan jalan jalan kebenaran? . 

Sebagai kesimpulan bahwa akan sangat disayangkan bila pemegang tahta peradaban di masa depan, hari ini masih disibukkan dengan hal hal yang jauh dari jalan jalan kebenaran dan tenggelam dalam lautan kebodohan yang merajalela di dalam tubuh bangsa yang sekarat akan kebijaksanaan. 

Kesadaran kolektif akan pentingnya membaca perlu untuk kita upayakan dan sama sama kita budayakan. 

Jika ingin menghancurkan sebuah bangsa dan peradaban, hancurkan buku-bukunya. Maka pastilah bangsa itu akan musnah - Milan Kundera 

Selamat memperingati Hari buku dunia semoga dengan ini Regenerasi bisa kembali tercerahkan.

Oleh :

Agus Maulana 

Sekbid Riset dan Pengembangan Keilmuan Pikom IMM Fisip Unismuh Makassar Periode 2021-2022

Kamis, 21 April 2022

Refleksi Hari Kartini : Perempuan Berbicara Melalui Tulisan

 

Sepanjang sejarah dunia, dibalik kesuksesan dan keberhasilan dalam merevolusi pandangan dan peradaban sejatinya selalu ada perempuan. Entah memberi makan atau ikut serta dalam barisan perjuangan. Terekam abadi atas sumbangsi yang diberi. 

Di Mesir, kita mengenal sosok Cleopatra, di Inggris ada Elizabeth Blackwell, perempuan pertama yang membantu dan mendobrak hambatan sosial yang memmungkinkan perempuan diterima sebagai dokter. Di India, ada Indira Ghandi yang berpengaruh dalam memberikan pandangan serta angin segar bagi para perempuan di dunia politik. 

Akan tetapi sebagai warga negara yang memiliki jiwa nasionalisme tinggi, sepatutnya kita tidak buta dengan sejarah perjuangan perempuan di negara kita sendiri. Bukankah Bapak Proklamator telah berpesan yang indentik kita kenal dengan sebutan "Jas Merah?". 

Adalah Raden Ajeng Kartini, sosok perempan yang lahir dari rahim ibu pertiwi. Yang sampai saat ini, namanya harum mewangi semerbak bunga kasturi. Ia lahir di Jepara pada tanggal 21 April 1879. Kartini lahir dan dibesarkan dalam keluarga yang berpredikat sebagai bangsawan. Karenanya sejarah mencatat bahwa perlawanan tak sekedar timbul dari kaum Adam. 

Bicara Kartini adalah bicara emansipasi. Bagaimana tidak, dulu, perempuan jika telah mengalami menstruasi ia harus dipingit dan hanya diperbolehkan tinggal dalam rumah untuk menunggu bangsawan datang dan melamarnya. Entah sebagai istri pertama, kedua dan seterusnya. 

Akibat resah dan tidak menerima dengan diskriminasi yang terjadi antara pria dan wanita, Kartini melawan dengan bersenjatakan pena dan bukunya. Dengan tulisannya, ia berhasil mempelopori kesetaraan derajat antara pria dan wanita di Nusantara. 

Ia adalah pahlawan emansipasi perempuan. Kartini menginginkan agar kaum perempuan pribumi tetap mengenyam pendidikan layaknya kaum pria. Akibat kegigihan dan kecerdasannya, ia berhasil mempelopori kebangkitan perempuan. Pemikiran dan pandangannta terhadap emansipasi wanita menjadi dasar perjuangannya dalam membangun sistem pendidikan bagi perempuan di Indonesia. 

Melihat dan menelusuri jejak perjuangan dan perlawanan Kartini yang dituangkan dalam tulisan, seharusnya membuat kita sadar. Bahwa sekarang ini, negara tidak butuh perempuan yang memilih apatis dan sibuk mengurusi kecantikan, didandani oleh kota, dan dininabobokkan oleh produk-produk kapitalis. 

Indonesia butuh perempuan yang peduli terhadap tanah airnya, peka dengan kondisi sosial yang makin sial, serta perempuan yang memilih berbicara melalui tulisan dan diimplementasikan dengan tindakan. Negara butuh perempuan yang menjiwai perjuangan Kartini. Sebab dibalik gelap selalu ada terang setelahnya. Menjadi cahaya di balik tuntutan zaman yang semakin berbahaya. 

Semoga kelak akan ada perempuan yang kita peringati tanggal lahirnya setiap tahun seperti Kartini. Karena sumbangsi dan perjuangannya untuk bangsa ini. Semoga.

Oleh :

Zul Jalali Wal Ikram (Kabid Riset dan Pengembangan Keilmuan Pikom IMM Fisip Unismuh Makassar Periode 2021-2022)

Perempuan dalam Budaya Patriarki dan Pengaruh Betty Friedan serta Feminisme Gelombang Kedua

Budaya patriarki adalah suatu struktur sosial yang memberikan kekuasaan utama untuk laki-laki dan menetapkan perempuan dalam posisi subordin...