Kamis, 21 April 2022

Refleksi Hari Kartini : Perempuan Berbicara Melalui Tulisan

 

Sepanjang sejarah dunia, dibalik kesuksesan dan keberhasilan dalam merevolusi pandangan dan peradaban sejatinya selalu ada perempuan. Entah memberi makan atau ikut serta dalam barisan perjuangan. Terekam abadi atas sumbangsi yang diberi. 

Di Mesir, kita mengenal sosok Cleopatra, di Inggris ada Elizabeth Blackwell, perempuan pertama yang membantu dan mendobrak hambatan sosial yang memmungkinkan perempuan diterima sebagai dokter. Di India, ada Indira Ghandi yang berpengaruh dalam memberikan pandangan serta angin segar bagi para perempuan di dunia politik. 

Akan tetapi sebagai warga negara yang memiliki jiwa nasionalisme tinggi, sepatutnya kita tidak buta dengan sejarah perjuangan perempuan di negara kita sendiri. Bukankah Bapak Proklamator telah berpesan yang indentik kita kenal dengan sebutan "Jas Merah?". 

Adalah Raden Ajeng Kartini, sosok perempan yang lahir dari rahim ibu pertiwi. Yang sampai saat ini, namanya harum mewangi semerbak bunga kasturi. Ia lahir di Jepara pada tanggal 21 April 1879. Kartini lahir dan dibesarkan dalam keluarga yang berpredikat sebagai bangsawan. Karenanya sejarah mencatat bahwa perlawanan tak sekedar timbul dari kaum Adam. 

Bicara Kartini adalah bicara emansipasi. Bagaimana tidak, dulu, perempuan jika telah mengalami menstruasi ia harus dipingit dan hanya diperbolehkan tinggal dalam rumah untuk menunggu bangsawan datang dan melamarnya. Entah sebagai istri pertama, kedua dan seterusnya. 

Akibat resah dan tidak menerima dengan diskriminasi yang terjadi antara pria dan wanita, Kartini melawan dengan bersenjatakan pena dan bukunya. Dengan tulisannya, ia berhasil mempelopori kesetaraan derajat antara pria dan wanita di Nusantara. 

Ia adalah pahlawan emansipasi perempuan. Kartini menginginkan agar kaum perempuan pribumi tetap mengenyam pendidikan layaknya kaum pria. Akibat kegigihan dan kecerdasannya, ia berhasil mempelopori kebangkitan perempuan. Pemikiran dan pandangannta terhadap emansipasi wanita menjadi dasar perjuangannya dalam membangun sistem pendidikan bagi perempuan di Indonesia. 

Melihat dan menelusuri jejak perjuangan dan perlawanan Kartini yang dituangkan dalam tulisan, seharusnya membuat kita sadar. Bahwa sekarang ini, negara tidak butuh perempuan yang memilih apatis dan sibuk mengurusi kecantikan, didandani oleh kota, dan dininabobokkan oleh produk-produk kapitalis. 

Indonesia butuh perempuan yang peduli terhadap tanah airnya, peka dengan kondisi sosial yang makin sial, serta perempuan yang memilih berbicara melalui tulisan dan diimplementasikan dengan tindakan. Negara butuh perempuan yang menjiwai perjuangan Kartini. Sebab dibalik gelap selalu ada terang setelahnya. Menjadi cahaya di balik tuntutan zaman yang semakin berbahaya. 

Semoga kelak akan ada perempuan yang kita peringati tanggal lahirnya setiap tahun seperti Kartini. Karena sumbangsi dan perjuangannya untuk bangsa ini. Semoga.

Oleh :

Zul Jalali Wal Ikram (Kabid Riset dan Pengembangan Keilmuan Pikom IMM Fisip Unismuh Makassar Periode 2021-2022)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Perempuan dalam Budaya Patriarki dan Pengaruh Betty Friedan serta Feminisme Gelombang Kedua

Budaya patriarki adalah suatu struktur sosial yang memberikan kekuasaan utama untuk laki-laki dan menetapkan perempuan dalam posisi subordin...