Pada dasarnya, buruh, pekerja, tenaga kerja maupun karyawan adalah sama. Tapi di Indonesia buruh selalu diindentikan dengan pekerja rendahan, hina, kasar dan sebagainya. Sedangkan pekerja, tenaga kerja dan karyawan adalah sebutan untuk buruh yang lebih tinggi dan diberikan kepada buruh yang tidak memakai otot tetapi otak dalam bekerja, tetapi pada intinya keempat kata tadi mempunyai makna yang sama yaitu pekerja. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang berlaku umum untuk seluruh pekerja maupun pengusaha di Indonesia.
Diketahui bahwa sebagian besar jumlah masyarakat bergantung dalam sektor perekonaomian dan ketenagakerjaan, disebabkan sebagian persen jumlah populasi manusia di indonesia bekerja sebagai tenaga kerja atau buruh, baik buruh tetap ataupun buruh panggilan, hal ini disebabkan oleh tingkat pendidikan yang terputus akibat ekonomi keluarga sehingga masyarakat kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan, dimana dri buruh kita ketahui bahwa setiap pekerjaan akan tetap sama selagi kita membutuhkan kehidupan.
Dalam kutipan SPN (serikat pekerja nasional) bahwa didalam UU No 13 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 atau 2, tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Tenaga kerja merupakan modal utama serta pelaksanaan dari pembangunan masyarakat pancasila. Tujuan terpenting dari pembangunan masyarakat tersebut adalah kesejahteraan rakyat termasuk tenaga kerja. Tenaga kerja sebagai pelaksana pembangunan harus di jamin hak-haknya. PER-04/MEN/1994 mengatakan bahwa pengertian tenaga kerja adalah setiap orang yang bekerja pada perusahaan yang belum wajib mengikuti program jaminan sosial tenaga kerja karena adanya pentahapan kepesertaan.
Maka dari itu pemerintah mengeluarkan regulasi berupa Rancangan baru untuk memulihkan perekonomian dan mengkondusifkan kembali akses ekonomi dari sini dikatakan bahwa kebijakan ditujukan terhadap kepentingan bersama atau Umum, namun dari kebijakan yang dikeluarkan UU No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (JDIH BPK RI) hal ini dikeluarkan dalam rangka melakukan penyederhanaan perizinan berusaha, sebagai persyataran investasi, ketenagakerjaan juga memberikan kemudahan dan melindungi UMKM.
Sebagaimana diketahui tenaga pekerja berusaha memberikan pelayanan yang terbaik sesuai kemampuan individu, dimana perjalanan setiap tenaga kerja atau buruh memiliki pasang surut sehingga sering terjadi kontra dalam penetapan kebijakan yang akan dilakukan oleh pemerintah, sebab dengan ditetapkannya Undang-Undang cipta kerja terbaru akan memangkas ruang gerak untuk para buruh atau tenaga kerja dan secara langsung memberikan keuntungan penuh kepadan setiap investor yang mempekerjakan buruh. Setiap buruh patut untuk kita berikan ruang sebab pekerjaan yang dilakukan tentu saja membantu kita dalam menyelesaikan setiap urusan yang kita lakukan, masyarakat saat ini lebih dominan bekerja sebagai tenaga kerja buruh, baik buruh panggilan atau tetap akan tetapi Undang-Undang cipta kerja mengingat sepenuhnya hak kemanusiaan yang seharusnya masih dimiliki oleh setiap buruh
Seperti yang tertuang dalam pasal kontroversial Undang-Undang Cipta Kerja bahwa Upah minimum sektoral dihapuskan dan Upah minimum kota/kabupaten dibuat bersyarat, pesangon para pekerja dikurangi, perjanjian kerja waktu tertentu dihapuskan, mengeksploitstif waktu kerja buruh, outsouching bersifat seumur hidup, hak upah cuti dihilangkan, kompensasi minimal 1 tahun, pemangkasan terhadap hari libur.
Sering terbersit dipikiran kita bahwa buruh adalah pekerjaan yang tidak berkelas, akan tetapi siapa sangka buruh akan tetap diperingati sebab Buruh merupakan pejuang yang tidak dapat disepelehkan sebab buruh sangat memberikan infek besar dalam target di sektor perekonimian, dari situ setiap buruh berhak mendapatkan hak dihargai, hak diperlakukan sebagai manusia, dan hak mendapatkan Upah yang sesuai kemampuan atau skil yang diberikan dalam bekerja, dan buruh tetap berhak mendapatkan hak pekerjaan yang layak. Sehingga kita tidak terkesan menekan masyarakat bawah semata-mata demi keuntungan yang lebih besar namun tidak menyejahterahkan seluruh masyarakatnya
Oleh :
Putri Nurhandayani
(Dept. Bidang IMMawati Pikom IMM Fisip Periode 2022-2023)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar