Sejak tahun 1986 pada masa orde baru praktek money politik sudah ada di tengah kehidupan masyarakat. Praktek tersebut menjadi salah satu kebiasaan yang dilakukan pada setiap pemilihan umum sampai dengan era reformasi saat ini, baik itu dalam pemilihan presiden maupun legislatif.
Money politik menjadi salah satu ancaman yang sangat serius di pemilu 2024 yang akan datang. Praktek money politik skarang ini bukan lagi antara peserta (calon) dan pemilih, tapi juga merambat kepada penyelenggara pemilu seperti KPU dan BAWASLU.
Persoalan mengenai praktek money politik atau sering disebut politik uang telah menjadi tantangan besar bagi perkembangan demokrasi Indonesia saat ini. Sehingga diatur dalam konstitusi negara kita sebagaimana" Dalam ketentuan Pasal 515 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juga menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 36 juta.
Praktik ini akhirnya memunculkan para pemimpin yang hanya peduli kepentingan pribadi dan golongan, bukan masyarakat yang memilihnya. Dia merasa berkewajiban mencari keuntungan dari jabatannya, salah satunya untuk mengembalikan modal yang keluar dalam kampanye.
Salah satu jenis money politic yang banyak terjadi dikenal dengan nama "serangan fajar". Menggunakan istilah dari sejarah revolusi Indonesia, serangan fajar adalah pemberian uang kepada pemilih di suatu daerah sebelum pencoblosan dilakukan. Serangan fajar kadang dilakukan pada subuh sebelum pencoblosan, atau bahkan beberapa hari sebelumnya. Serangan Fajar telah dilakukan sejak zaman Orde Baru dan seakan menjadi bagian dari proses demokrasi Indonesia.
Hal ini dibuktikan dari survei LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) pada 2019 yang menyebutkan masyarakat memandang pesta demokrasi itu sebagai ajang "bagi-bagi rezeki. Mempengaruhi pilihan dengan politik uang pada akhirnya akan berdampak buruk bagi masyarakat sendiri. Praktik ini akan menghasilkan pemimpin yang tidak tepat untuk memimpin. Kebijakan dan keputusan yang mereka ambil kurang representatif dan akuntabel. Kepentingan rakyat berada di urutan sekian, setelah kepentingan dirinya, donatur, atau partai politik.
"Akhirnya figur yang terpilih memiliki karakter yang pragmatis, bukan yang berkompetensi atau kuat berintegritas.
Dimana money politik ini tumbuh dikarenakan kecenderungan masyarakat yang masa bodoh terhadap marajalelanya politik uang. Masyarakat mesti menyadari bahwa mereka telah mempertaruhkan nasib selama lima tahun dengan menjual suaranya dengan harga yang sangat murah. "Misalkan menerima amplop berisi Rp500 ribu untuk memilih orang yang tidak berintegritas. Berarti suara rakyat selama lima tahun hanya dihargai Rp100 ribu per tahunnya, atau Rp275 perak per harinya.
Solusi yang dapat kami berikan untuk mencegah money politik yang terjadi saat ini dengan cara memberikan sistem pendidikan mengenai bahaya money politik kepada masyarakat,mengenalkan Pendidikan antikorupsi menjadi penting agar masyarakat dapat menolak serangan fajar. Dengan penolakan tersebut, harapannya rantai korupsi yang membelenggu negeri ini bisa putus.serta melakukan sosialisasi politik kepada masyarakat dan juga memberikan nilai - nilai kesadaran terhadap pentingnya pemilu yang jujur,adil dan transparansi dalam upaya mencapai tujuan dan cita-cita bangsa.
Atas fakta tersebut, pendidikan menjadi modal penting dalam melawan korupsi. Itulah sebabnya KPK mencanangkan strategi Trisula, yaitu pendidikan, pencegahan, dan penindakan untuk memberantas korupsi. Dengan pendidikan antikorupsi yang baik, masyarakat yang cerdas akan mampu memilih pemimpin yang berkualitas dan berintegritas.
Oleh :
Didi winardi
Muh. Arifin haris
Sulfika
(Kader Pikom IMM Fisip Unismuh Makassar Periode 2022-2023)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar