Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) secara resmi menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan menjadi Undang-Undang (UU) dalam Rapat Paripurna DPR masa persidangan V tahun sidang 2022-2023.
Didalam Sidang tersebut sempat diwarnai penolakan oleh dua fraksi, tapi dibalik dari itu kebanyakan fraksi yang setuju dengan pengesahan RUU tersebut. Fraksi yang menyetujui pengesahan RUU Kesehatan, yaitu fraksi PDIP, fraksi GOLKAR, fraksi Gerindra, fraksi PKB, fraksi PAN, dan fraksi PPP, sementara dua fraksi DPR yang menolah pengesahan RUU Kesehatan, yaitu fraksi Demokrat, dan fraksi PKS, Dan adapun fraksi Nasdem yang menerima namun disertai dengan sebuah catatan.
Sebagaimana di dalam Rapat Paripurna yang dilaksanakan oleh DPR ini dihadiri oleh beberapa perwakilan pemerintah, diantaranya Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar, serta Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Eddy O.S. Hiariej. Dan hadir pula perwakilan dari Kementrian Riset dan Teknologi, Pendidikan, Kebudayaan, Kementrian Keuangan, dan Kementrian Dalam Negeri.
Sistem Kesehatan Nasional, yang disingkat SKN adalah pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh semua komponen bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Pada hasil Rapat Paripurna tersebut tengah menjadi sorotan yang hangat bagi kalangan masyarakat terkhususnya oleh para tenaga kesehatan. Sehingga kemudian menuai aksi demonstrasi yang dilakukan oleh massa dokternakes. Seperti halnya berita yang rilis oleh beberapa media.
Sebab, pengesahan RUU Kesehatan menjadi Undang-Undang menuansakan kesan yang terburu-buru, sebab Rancangan Undang-Undang Kesehatan inisiatif DPR baru saja dibahas tahun lalu. Apalagi, produk hukum yang akan disahkan memuat banyak Undang-Undang yang sudah eksis, yakni mencabut 9 UU dan mengubah 4 UU terkait kesehatan.
Dengan melihat bagaimana kondisi kesehatan masyarakat Indonesia saat ini yang sedang menghadapi triple burden/beban tiga kali lipat berbagai masalah penyakit : 1. Adanya Penyakit Infeksi New Emerging dan Re-Emerging seperti Covid 19. 2. Penyakit Menular belum teratasi dengan baik dan dan 3. Penyakit Tidak Menular (PTM) cenderung naik setiap tahunnya.
Selain itu, dengan disahkannya RUU Kesehatan ini sama dengan mencabut UU 38 Tahun 2014 yang berisi terkait sistem keperawatan yang menyangkut pengembangan kapasitas perawat Indonesia yang telah dikembangkan sejak lama.
"Ini telah mengindikasikan bagaimana kemudian perawat berkembang, bagaimana kompetensinya, bagaimana dia dalam melakukan praktik, dan bagaimana menjaga mutu dirinya. Ini dihilangkan. dicabut tanpa ada pasal pengganti yang spesifik bagi perawat."
Selain daripada itu, pengesahan RUUKes tersebut akan menimbulkan dampak yang signifikan kepada masyarakat terkhususnya kepada nakes adalah hilangnya Mandatory spending atau wajib belanja. Sebagai informasi, sebelumnya hal tersebut telah dikemukakan dalam Pasal 171 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, di mana 5 persen dari APBN dan 10 persen dari APBD.
Mandatory spending yang dihapuskan, dikhawatirkan berdampak pada ketahanan kesehatan bangsa yang adekuat.
Ini merupakan suatu bentuk penurunan kepastian hukum, pengembangan, keamanan, dan pengamanan profesi perawat.
Oleh :
Rifky Nur Ichwan
(- Kader Pikom IMM Fisip Unismuh Makassar Periode 2022-2023
- Jendral SKB X Pikom IMM Fisip Unismuh Makassar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar