Rabu, 03 Januari 2024

Dia Ada; Tapi Tak Dihadirkan

Terkadang setiap kali kita memiliki sesuatu kita akan menganggap hal itu ada dan nyata bersama kita, lalu kita pikir bahwa dia ada karena itu milik kita. Namun, apakah memang benar hal itu Ada karena dia milik kita? Atau sebab dia ada adalah kita yang menghadirkan dia! Jadi apakah sebelum itu dia tidak pernah ada hingga kita yang mengahdirkan dia?! Kehadiran sesuatunya lebih terikat pada waktu, baik itu waktu kelahiran atau waktu kematian; trus kita dibentuk oleh pencipta lalu terlahir sampai pada kematian. Jadi, apakah kita itu ada pada saat awal mula tuhan menciptakan kita atau setelah kita lahir baru kita dapat dikatakan ada?! apakah kita dikatakan tiada saat kita pasif atau kita itu tiada saat kita mati?! 

Mungkin sedikit diantara kita yang akan merespon hal semacam ini, perumpamaan yang Ada diatas hanya sebatas refleksi bersama. Ketika kita tidak pernah ingin mencoba mengetahui hal yang memang kita kurang untuk pembahasan itu bukan?, lalu kapan kita akan di katakan ada ketika kota tidak pernah untuk menghadirkan diri Kita baik itu dalam diskusi, pembelajaran di kampus, atau bahkan dalam setiap ruang seremonial yang tak hanya sebagai tempat untuk mengabsen langkah dan fungsi Kita sebagai manusia untuk terus berproses. Kita dikenal dengan hakikat sebagai makhluk sosial, yang dapat dikatakan memiliki kepekaan antar satu dengan individu lainnya lantas apakah kepekaan atau kesadaran itu nyata atau semu sebab dia tidak berwujud Dan tidak pula kita miliki! Berjuta-juta jiwa sering kali menginginkan kepekaan itu tapi dia tidak memilikinya atau mendapatkannya, ada juga begitu menggaungkan kepekaan dari oranglain tapi lupa memberikan hal yang serupa? Trus cara mereka untuk dapat menormalkan aktifitas mereka sebagai manusia itu seperti apa? Karena manusia jugs di hadiakan tuhan dengan sikap berani bodoh & lalai. 

Maka dari itu kita sebagai makhluk dalam proses penciptaannya itu dikatakan sempurnah namun tidak sempurnah wajib kiranya untuk belajar menghadirkan kepekaan juga kesadaran agar setiap hal yang akan atau yang kita lakukan tidak hanya kita lakukan tanpa adanya kepedulian juga asas kesamaan didalamnya untuk saling memberdayakan, Karena percumalah kita berhakikat sosial tapi setiap ketimpangan yang terjadi dan kita rasakan bersama manusia lainnya tidak kita tuntaskan dengan terus mengusahakan belajar menghadirkan kesadaran sebab setiap hal atau persoalan kiranya selalu berakhir pada kesadaran diri manusianya tapi ketika kesadaran ITU tdk diusahakan tidak akan ada keharmonisan dalam setiap perjalanan yang di rangkai dengan kematangan konsep & pengeksekusiannya. Hidup memang ribet dengan jalurnya tapi ketika kita mampu meredamnya dengan kesadaran, jawabannya hanya satu langkah Itu sudah tepat dalam rute yang seharusnya.


Putri Nurhandayani Y 

- Sekretaris Bidang IMMawati PIKOM IMM FISIP Periode 2023-2024 

- Alumni SKI VII PIKOM IMM FISIP

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Perempuan dalam Budaya Patriarki dan Pengaruh Betty Friedan serta Feminisme Gelombang Kedua

Budaya patriarki adalah suatu struktur sosial yang memberikan kekuasaan utama untuk laki-laki dan menetapkan perempuan dalam posisi subordin...