Rabu, 31 Januari 2024

Rekonstruksi Kepercayaan Perempuan untuk memilih Pemimpin Perempuan



Perempuan merupakan salah satu kelompok masyarakat yang memiliki hak suara yang dapat berpartisipasi dalam pemilihan pemimpin. Namun partisipasi perempuan dalam memilih pemimpin, khususnya pemimpin perempuan, masih terbilang minim atau rendah karena dapat menciptakan ketidakseimbangan representasi gender di dalam kebijakan dan pengambilan keputusan hal ini dapat mengakibatkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan dalam pemahaman serta penanganan isu-isu yang secara khusus memengaruhi perempuan dan kurangnya pemahaman terhadap kebutuhan masyarakat secara keseluruhan ini juga dapat mempengaruhi ketidaksetaraan gender dan mengurangi peluang perempuan untuk berkonstribusi dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada semua lapisan masyarakat.


Contohnya partisipasi perempuan dalam politik di Indonesia masih terbilang rendah, data dari komisi pemilihan umum (KPU) menunjukkan bahwa jumlah perempuan yang terdaftar sebagai pemilih hanya 49,19% dari total jumlah pemilih pada pemilihan umum (Pemilu) 2019. Jumlah ini bahkan lebih rendah dari jumlah laki-laki yang terdaftar sebagai pemilih yaitu 50,81% dan partisipasi perempuan dalam politik juga terlihat dari jumlah perempuan yang mencalonkan diri sebagai pemimpin. 


Pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak pada tahun 2020, hanya 27,75% dari total calon kepala daerah yang merupakan perempuan. Jumlah ini bahkan lebih rendah dari pilkada serentak 2015 yaitu 31,22%  hal ini dapat terjadi karena dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Beberapa di antaranya melibatkan stereotip gender, norma sosial yang menghambat perempuan untuk terlibat dalam kegiatan politik, serta kurangnya representasi perempuan dalam arena politik yang dapat menjadi inspirasi.


Selain itu, faktor seperti ketidaksetaraan akses terhadap pendidikan dan sumber daya, beban kerja ganda bagi perempuan, serta kurangnya dukungan dari lingkungan sekitar juga dapat menjadi hambatan. Penyebaran budaya patriarki di beberapa masyarakat juga turut berkontribusi terhadap minimnya partisipasi perempuan dalam pemilihan pemimpin perempuan. Faktor sosiocultur budaya juga mempengaruhi minimnya partisipasi perempuan dalam memilih pemimpin perempuan yang menganut norma-norma sosial tradisional sering kali menetapkan peran khusus bagi perempuan dalam menjalankan tanggung jawab pekerjaan rumah tangga.


Norma-norma sosial tradisional yang memberikan peran khusus pada perempuan dalam pekerjaan rumah tangga seringkali menjadi faktor utama yang menghambat partisipasi perempuan dalam memilih pemimpin perempuan. Pekerjaan rumah tangga sering menjadi penghambat karena norma sosial tradisional cenderung menempatkan perempuan dalam peran domestik, membatasi waktu dan energi yang dapat diinvestasikan dalam aktivitas di luar rumah, termasuk terlibat dalam proses politik seperti memilih pemimpin perempuan.


Perubahan dapat dicapai melalui upaya edukasi untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya partisipasi perempuan dalam kehidupan politik. Dukungan komunitas dan kebijakan yang mendorong kesetaraan gender serta memberikan insentif bagi partisipasi politik perempuan juga dapat berperan besar dalam mengatasi masalah ini langkah -langkah untuk meningkatkan kesadaran, mendukung representasi perempuan,dan menghilangkan stereotip gender perlu di tingkatkan agar partisipasi perempuan dalam memilih pemimpin perempuan dapat meningkat diperlukan upaya untuk meningkatkan kesadaran dan pendidikan politik bagi perempuan, agar mereka lebih percaya diri dan aktif dalam proses pemilihan pemimpin perempuan. Pemberdayaan perempuan dan meningkatkan aksesibilitas terhadap informasi mengenai kandidat perempuan juga dapat berperan dalam merubah dinamika partisipasi perempuan dalam pemilihan pemimpin perempuan.


Rezky Amelia 

Departemen Bidang Organisasi PIKOM IMM FISIP - Direktur keuangan SKI JILID 8

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Perempuan dalam Budaya Patriarki dan Pengaruh Betty Friedan serta Feminisme Gelombang Kedua

Budaya patriarki adalah suatu struktur sosial yang memberikan kekuasaan utama untuk laki-laki dan menetapkan perempuan dalam posisi subordin...