Kota Makassar – Kehidupan seorang penjual ikan di depan alfamidi Tamalate biasanya identik dengan kesederhanaan. Namun, bagi Pak Nurdin (55), pekerjaan itu menjadi jalan untuk mengubah nasib keluarganya. Dengan semangat pantang menyerah, pria yang sehari-hari berjualan ikan di Depan Alfamidi Tamalate ini berhasil menyekolahkan tiga anaknya hingga menyandang gelar sarjana.
Pak Nurdin memulai harinya setiap pukul 4 pagi. Ia membeli ikan dari pelelangan di pelabuhan setempat dan menjualnya keliling menggunakan motor hingga menjelang siang iya pangkal di dapan alfamidi tamalate. Meski penghasilannya tak menentu, ia tetap konsisten menyisihkan sebagian untuk pendidikan anak-anaknya. “Saya selalu percaya bahwa pendidikan adalah kunci untuk kehidupan yang lebih baik,” ujar Pak Nurdin saat diwawancarai.
Ketiga anaknya kini telah menyelesaikan pendidikan tinggi di bidang yang berbeda. Anak pertama, Ratna, lulus sebagai sarjana Kesehatan, sementara anak kedua, Putri, mengambil jurusan ekonomi sosial. Anak bungsu, Winda, baru saja diwisuda sebagai sarjana menejemen. “Melihat mereka memakai toga adalah momen yang tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata,” katanya sambil tersenyum haru.
Pak Nurdin mengaku perjuangannya tak mudah. Ia sering kali harus bekerja tambahan pada malam hari untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan biaya pendidikan. Namun, dukungan dari istrinya, Bu Sri, menjadi kekuatan terbesar dalam melewati tantangan. “Kami saling menyemangati. Kami tahu ini bukan untuk kami, tapi untuk masa depan anak-anak,” tambahnya.
Ketiga anaknya kini bekerja di bidang masing-masing dan bertekad membantu orang tua mereka. Ratna, sang Keshatan,Dia bekerja di puskesmas sekarang, bahkan berencana membuka klinik gratis di kampung halamannya sebagai bentuk pengabdian. “Kami tidak akan melupakan apa yang telah Bapak dan Ibu korbankan untuk kami,” ujar Ratna.
Kisah Pak Nurdin menjadi bukti bahwa semangat, kerja keras, dan tekad yang kuat dapat mengatasi segala keterbatasan. Ia berharap cerita hidupnya bisa menjadi inspirasi bagi banyak orang untuk tidak menyerah dalam memperjuangkan mimpi. "Mungkin kita tidak kaya harta, tapi kita bisa kaya ilmu dan kebahagiaan," tutup Pak Nurdin dengan senyum penuh kebanggaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar