Oleh: Moch. Edy Hendrawan (Anggota Divisi Aksi SKB 7 PIKOM IMM FISIP Unismuh Makassar)
"Kalau pemuda sudah berumur 21-22 tahun sama sekali tidak berjuang, tak bercita-cita, tak bergiat untuk tanah air dan bangsa, pemuda begini baiknya digunduli saja kepalanya." (Ir. Soekarno)
Generasi millenial merupakan pondasi bangsa yang mampu memberi warna jernih di dalam sistem politik dan demokrasi Indonesia. Sebagai generasi muda, kaum millenial wajib menjunjung tinggi nasionalisme yang didukung dengan sikap-sikap positif dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pada saat ini, millenial merupakan penunjang proses pembangunan negara terkhusus dalam bidang politik. Millenial (pemuda) diharapkan memiliki sifat brainstroming; mampu beradaptasi dengan segala kondisi atau mengikuti pusaran politik, sebagai cara untuk membaca kompleksitas kekinian, dan sebagai manifestasi partisipasi kepemimpinan; upaya untuk menangani disintegrasi kebangsaan.
Penyebab utama disentegrasi kebangsaan ialah adanya perbedaan persepsi, perilaku perlawanan/pelanggaran, disfungsional nilai dan norma, tidak adanya konsistensi dan komitmen dari stakeholder. Akibatnya konflik dapat terjadi, diawali dengan adanya perbedaan-perbedaan yang menimbulkan ketegangan, perselisihan, pada akhirnya konflik bersenjata yang disertai kekerasan dapat memercik adanya peperangan.
Realisasi pemerintah juga sebagai penunjang untuk memberikan asupan pendidikan politik dan memberikan pemahaman etika politik yang baik kepada millenial. Jadi hal tersebut perlu diberlakukan sehingga buta politik tidak terjadi di kehidupan millenial, karena buta politik menurut Bertolt Brecht merupakan buta yang paling buruk dimana orang tidak mendengar, tidak berbicara, tidak berpartisipasi, dan hanya mengikuti alur keputusan politik tanpa memerhatikan baik-buruknya.
Sebagaimana mestinya, millenial telah ikut serta dalam kegiatan politik secara conventional maupun unconventional. Berdasar pada data yang dimiliki oleh Komisi Pemilihan Umum Jumlah pemilih millenial mencapai 70-80 juta jiwa dari 193 juta pemilih, maka secara tidak langsung kita dapat memastikan millenial memiliki partisipasi besar dalam kegiatan politik di Indonesia.
Menurut Samuel P. Huntington, upaya partisipasi millenial diimplementasikan dengan cara kegiatan pemilihan, lobby dan negotiation, kegiatan organisasi, contacting, dan tindak kekerasan (chaos) atas penolakan. Bukan hanya sekedar partisipasi yang diutamakan tapi karakter atau watak millenial juga dibutuhkan, komitmen, konsistensi, dan pikiran positif lah yang membuat millenial dapat memberikan kontribusi dalam bernegara.
Jika millenial menerapkan hal tersebut strategi politik yang baik pula dapat dijalankan; strategi politik yang terbaik adalah yang tidak menggunakan money politik, black campaign, dan politik assassination. Pergerakan antisipasi yang dapat dilakukan untuk menghindari strategi politik yang buruk ialah; millenial diharuskan memiliki literasi data, literasi teknologi, dan literasi manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar