FINA MAISAROH NUR MAULIDIANA
(DEPARTEMEN BIDANG IMMAWATI PIKOM IMM FISIP)
Salah satu isu besar terkait dengan keperempuanan adalah ketidaksetaraan terhadap perempuan dan perannya yang masih banyak terjadi di banyak budaya, termasuk di Indonesia dan di berbagai negara lainnya. Meskipun perempuan telah mencapai banyak kemajuan dalam dunia pendidikan dan pekerjaan, beban tanggung jawab yang tidak seimbang di rumah tetap menjadi hambatan besar bagi banyak perempuan dalam mencapai potensi penuh mereka, baik dalam aspek pribadi maupun profesional.
Pembagian Tugas Rumah Tangga yang Tidak Seimbang: Secara tradisional, perempuan sering dianggap sebagai pihak yang harus mengurus urusan rumah tangga, termasuk memasak, membersihkan rumah, merawat anak, hingga merawat anggota keluarga lainnya. Sementara itu, laki-laki lebih sering diposisikan sebagai pencari nafkah utama, meskipun dalam banyak kasus perempuan juga bekerja di luar rumah. Bahkan di keluarga di mana perempuan dan laki-laki sama-sama bekerja, perempuan cenderung lebih banyak menangani pekerjaan rumah tangga. Hal ini dikenal dengan istilah "double burden", yakni beban ganda yang dialami perempuan, yang harus bekerja di luar rumah sekaligus mengurus pekerjaan domestik di rumah. Menurut sejumlah studi, perempuan di banyak negara menghabiskan lebih banyak waktu untuk pekerjaan rumah tangga daripada laki-laki. Misalnya, data dari Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) menunjukkan bahwa secara global, perempuan menghabiskan rata-rata 3 kali lebih banyak waktu daripada laki-laki untuk pekerjaan rumah tangga yang tidak dibayar. Di sisi lain, laki-laki, meskipun ada yang terlibat dalam pekerjaan rumah tangga, seringkali hanya berperan dalam tugas-tugas tertentu yang dianggap "maskulin" atau lebih mudah, seperti memperbaiki barang-barang atau mengurus mobil.
Dampak terhadap Karier Perempuan: Ketidaksetaraan pembagian tugas rumah tangga ini memiliki dampak yang signifikan terhadap perkembangan karier perempuan. Perempuan yang mengalami beban ganda, yang harus mengatur waktu antara pekerjaan di kantor dan pekerjaan domestik, seringkali menghadapi kesulitan dalam berkompetisi dengan laki-laki di tempat kerja. Mereka mungkin tidak memiliki cukup waktu atau energi untuk mengejar peluang pengembangan diri, mengikuti pelatihan, atau mengambil tanggung jawab lebih di pekerjaan yang bisa mempercepat karier mereka. Selain itu, perempuan juga cenderung lebih sering memilih pekerjaan yang lebih fleksibel atau paruh waktu agar bisa mengatur waktu dengan keluarga, yang seringkali mengarah pada karier yang lebih terbatas. Hal ini menambah kesenjangan antara perempuan dan laki-laki dalam hal kenaikan jabatan, gaji, dan pengaruh di tempat kerja. Di banyak negara, perempuan juga lebih rentan untuk meninggalkan pekerjaan atau mengambil cuti panjang ketika menghadapi peran sebagai ibu, terutama setelah melahirkan, karena mereka merasa ada tanggung jawab ganda yang harus mereka penuhi. Di sisi lain, laki-laki sering kali tidak menghadapi tekanan yang sama terkait dengan peran ayah atau suami, yang memberi mereka lebih banyak ruang untuk fokus pada pekerjaan mereka dan mencapai tingkat kemajuan yang lebih tinggi dalam karier.
Faktor Sosial dan Budaya Isu ini juga sangat dipengaruhi oleh faktor sosial dan budaya yang mendalam. Di banyak masyarakat, ada harapan sosial yang kuat bahwa perempuan harus mengutamakan keluarga, dan pekerjaan rumah tangga sering dianggap sebagai "tanggung jawab alami" mereka. Sementara itu, laki-laki dipandang sebagai pencari nafkah utama. Pembagian peran ini dipengaruhi oleh norma-norma patriarkal yang sudah mendarah daging dalam berbagai budaya. Selain itu, di tempat kerja, sering kali terdapat budaya yang tidak mendukung fleksibilitas bagi pekerja yang memiliki tanggung jawab keluarga, yang cenderung merugikan perempuan. Perempuan yang memilih untuk mengambil cuti melahirkan atau merawat anak mungkin dianggap kurang berdedikasi, sementara laki-laki yang melakukan hal serupa tidak mengalami stigma yang sama. Inilah yang menciptakan kesenjangan gender yang lebih luas di tempat kerja dan juga di masyarakat secara keseluruhan.
Dampak Sosial dan Ekonomi Ketidaksetaraan pembagian tugas rumah tangga ini memiliki dampak yang luas, baik secara sosial maupun ekonomi. Dari sisi ekonomi, ketidakseimbangan ini menghambat potensi produktivitas ekonomi perempuan. Jika perempuan didorong untuk berperan penuh dalam dunia kerja tanpa terbebani oleh tanggung jawab domestik yang berlebihan, maka kontribusi mereka terhadap ekonomi akan jauh lebih besar. Sebaliknya, ketidaksetaraan ini memunculkan pemborosan sumber daya manusia yang berharga. Dari sisi sosial, ketidaksetaraan dalam pembagian tugas rumah tangga memperkuat stereotip gender yang membatasi peran perempuan dan laki-laki dalam masyarakat. Ini berpengaruh terhadap cara pandang masyarakat terhadap peran perempuan sebagai individu yang bisa berkontribusi di luar rumah, terutama dalam hal kepemimpinan dan pengambilan keputusan di berbagai sektor. Di saat yang sama, beban yang ditanggung perempuan ini juga dapat memengaruhi kualitas hidup mereka secara keseluruhan, seperti kesehatan mental dan fisik, serta kesejahteraan keluarga.
Adapun Solusih: untuk mengatasi masalah ini, diperlukan perubahan di berbagai levelnya baik dalam struktur keluarga, tempat kerja, dan kebijakan public: (1) Pembagian Tugas yang Lebih Adil di Rumah, Keluarga harus menciptakan pembagian tugas yang lebih adil antara suami dan istri. Laki-laki perlu lebih terlibat dalam pekerjaan rumah tangga dan pengasuhan anak. Hal ini memerlukan perubahan dalam pola pikir dan budaya yang ada, serta kesadaran bahwa kedua orang tua memiliki tanggung jawab yang sama dalam mendidik dan merawat anak; (2) Kebijakan Perusahaan yang Mendukung Keseimbangan Kerja dan Kehidupan Pribadi, Perusahaan harus lebih fleksibel dalam memberikan kesempatan bagi karyawan, terutama perempuan, untuk menyeimbangkan antara pekerjaan dan tanggung jawab keluarga. Hal ini bisa dilakukan dengan menyediakan cuti orang tua yang adil, kebijakan kerja jarak jauh, atau jam kerja fleksibel. (3) Pendidikan dan Kesadaran Sosial, Pendidikan sejak dini sangat penting untuk mengubah pandangan sosial mengenai pembagian tugas domestik. Pendidikan gender yang inklusif dan pemahaman tentang keadilan sosial harus ditanamkan di kalangan generasi muda agar mereka dapat menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan rumah tangga mereka kelak. (4) Perubahan Kebijakan Pemerintah, Pemerintah juga harus berperan dalam menciptakan kebijakan yang mendukung kesetaraan gender, seperti pemberian subsidi atau insentif bagi keluarga yang membagi tugas rumah tangga secara adil, serta peningkatan dukungan terhadap fasilitas penitipan anak dan pendidikan yang terjangkau bagi keluarga.
Maka dari itu Ketidaksetaraan terhadap perempuan merupakan salah satu isu besar yang cukup menghambat kemajuan perempuan di berbagai sektor kehidupan. Beban ganda yang ditanggung oleh perempuan tidak hanya mengurangi kualitas hidup mereka, tetapi juga menghambat potensi mereka dalam dunia kerja dan kontribusi sosial. Oleh karena itu, diperlukan upaya bersama antara individu, keluarga, perusahaan, dan pemerintah untuk menciptakan perubahan yang lebih adil dan setara, sehingga perempuan dapat menikmati kesempatan yang sama untuk berkembang di semua aspek kehidupan mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar