Oleh: Miftahul Khaerah( Anggota Unit EdukasiLiterasi SKI VIII)
Abad ke-21 membuka babak baru dalamperjalanan panjang gerakan perempuan di seluruhdunia. Dunia kini bergerak dengan sangat cepat, dipenuhi oleh inovasi teknologi, dinamika sosial-politik, serta tantangan global yang semakin kompleks. Dalam situasi ini, perjuangan perempuan tidak lagihanya berkutat pada pemenuhan hak-hak dasar sepertipendidikan dan partisipasi politik, tetapi telahmerambah ke berbagai medan baru seperti teknologidigital, kesetaraan dalam dunia kerja, representasimedia, hingga advokasi lingkungan. Perempuan hariini hidup di dua dunia: dunia nyata dan dunia maya. Keduanya menawarkan peluang luar biasa, namunjuga membawa risiko yang tidak kecil. Di satu sisi, platform digital menjadi ruang baru bagi perempuanuntuk bersuara, berbagi pengalaman, membangunsolidaritas, bahkan mempengaruhi opini publik. Gerakan sosial berbasis media digital memungkinkanpesan-pesan feminis menjangkau audiens yang lebihluas, lintas batas negara dan budaya. Namun di sisilain, dunia maya juga menjadi tempat berkembangnyakekerasan berbasis gender, seperti doxing, body shaming, hingga perundungan daring yang masif. Tantangan ini membutuhkan kesiapan intelektual dan emosional agar perempuan tidak hanya menjadipengguna, tapi juga pengendali ruang digital.
Tantangan lain yang dihadapi perempuan modern adalah beban peran ganda yang masih melekat kuat. Perempuan sering kali dituntut untuk berhasil di ruangpublik, tetapi tetap memikul tanggung jawab utama di rumah tangga. Pandangan tradisional yang mengakardalam budaya patriarkal membuat perempuan harusbekerja dua kali lebih keras untuk diakui kapasitasnya. Ketimpangan ini juga tercermin dalam dunia kerja, di mana perempuan sering kali menghadapi diskriminasiupah, peluang karier yang terbatas, hingga minimnyaakses terhadap posisi kepemimpinan. Namundemikian, harapan juga tumbuh seiring denganmeningkatnya kesadaran kolektif dan munculnyatokoh-tokoh perempuan inspiratif dari berbagai latarbelakang. Najwa Shihab, dengan keberaniannyamengkritik ketimpangan sosial melalui media, menunjukkan bahwa jurnalisme bisa menjadi alatperjuangan. Greta Thunberg menjadi simbolperjuangan lingkungan dari kalangan muda. Siti Aisyah di Indonesia memperjuangkan hak-hakmasyarakat adat dan lingkungan hidup. Di ranah lokaldan komunitas, tak terhitung banyak perempuan yang mengorganisir gerakan akar rumput, mendampingikorban kekerasan, hingga memajukan ekonomikeluarga melalui koperasi dan UMKM.
Di tengah masyarakat yang semakin plural dan dinamis, gerakan perempuan perlu membangun narasiyang inklusif dan tidak elitis. Kita harus merangkulberbagai latar belakang kelas sosial, agama, budaya, hingga orientasi untuk menciptakan gerakan yang benar-benar mewakili keberagaman suara perempuan. Immawati dapat mengambil peran sebagai jembatanantara teori dan praktik, antara gagasan dan aksi. Melalui kegiatan kampus, komunitas, atau media sosial, semangat emansipasi dan pemberdayaan harustetap hadir sebagai napas gerakan kita. Selain itu, penting untuk menyadari bahwa gerakan perempuanjuga perlu merefleksikan diri. Kita tidak kebal darireproduksi nilai patriarki jika tidak terus mengkritisisikap dan struktur internal. Oleh karena itu, pendidikan kesadaran kritis dalam organisasi harusterus dikembangkan. IMMawati harus diajakberdiskusi, membaca, dan menganalisis persoalandengan lensa gender secara terus-menerus agar gerakan ini tetap progresif dan responsif terhadapkebutuhan zaman.
Harapan itu nyata ketika kita melihat semakinbanyak perempuan yang memilih untuk menulis, berbicara, memimpin, dan menggugah kesadaransosial. Harapan itu juga hadir dalam bentuk solidaritasantarperempuan—ketika satu perempuan mendukungdan memperkuat perempuan lainnya. Gerakan perempuan bukan milik segelintir orang, tetapi milikkita semua. Kita tidak perlu menunggu sempurnauntuk memulai perubahan. Yang dibutuhkan adalahkeberanian dan kesadaran untuk mengambil langkah, sekecil apapun, demi dunia yang lebih setara.
Maka, di abad ke-21 ini, mari kita semua, khususnya para IMMawati, menjadi bagian darisejarah gerakan perempuan yang membebaskan dan mencerdaskan. Kita tidak hanya memperjuangkan hak-hak kita sebagai perempuan, tetapi juga turutmembangun masa depan yang lebih adil, manusiawi, dan penuh cinta kasih. Kita hadir bukan hanya untukmelengkapi narasi yang selama ini timpang, tetapiuntuk menulis ulang cerita umat manusia yang lebihutuh. Karena, seperti kata Audre Lorde, “Saya bukanbebas sementara perempuan lain masih terbelenggu.” Kalimat ini adalah pengingat bahwa perjuangan belumselesai, dan kebebasan tidak akan pernah utuh jikamasih ada satu saja perempuan yang hidup dalampenindasan. Maka mari kita lanjutkan perjuangan inidengan cinta, dengan ilmu, dan dengan keberanian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar