Minggu, 13 Juli 2025

Membangun Kembali Sejarah Perempuan: Dari Marginalisasi Ke Pemberdayaan


Oleh: Miftahul KhaerahAnggota Unit EdukasiLiterasi SKI VIII)

Perempuan dalam sejarah bukanlah sosok yang absenMereka hadirbergerakbahkan menentukanarah zaman—namun terlalu sering dilupakan dalamnarasi utama. Sejarah yang kita pelajari di sekolah-sekolah banyak menampilkan pahlawan laki-lakitokoh revolusi laki-lakipenemu dan pemimpin laki-lakiPadahal, di balik nama-nama besar ituadaperempuan-perempuan yang juga berperan, yang suaranya tenggelam di balik bias patriarki sejarah.

Marginalisasi terhadap perempuan dalam sejarahbukan karena ketiadaan kontribusitetapi karenapenyisihan naratif. Perempuan didorong keluar daripusat panggungdijadikan pelengkap atau simbolkesetiaan semataMereka lebih sering dikenangsebagai “istri dari”, “ibu dari”, atau bahkan hanyasebagai catatan kaki. Namun kenyataan tak bisa terusdisangkal. Kita harus jujur mengakui bahwa sejarahyang timpang adalah sejarah yang belum selesai. Maka tugas generasi kini adalah membangun kembali narasiitubukan menciptakan pahlawan barutapimenyibak kembali wajah-wajah lama yang terlupakan.

Pemberdayaan perempuan bukan muncul tiba-tibaIa adalah hasil dari perjuangan panjang yang sering kali senyap. Rahmah El Yunusiyah, Kartini, atau Dewi Sartika adalah contoh perempuan yang takhanya berani berpikirtapi juga bertindak dalam sistemyang mengekangMereka mencuri ruang dalamstruktur yang tertutupMereka menciptakan jalan di tengah dinding penghalang. Kini, kita mewarisikeberanian ituSebagai Immawatikita punya kewajiban moral untuk melanjutkan jejak merekadalam bentuk yang relevan di masa kinilewat tulisan, advokasipendidikan, dan keterlibatan aktif dalammasyarakat.

Namun upaya ini bukan tanpa tantangan. Dalam masyarakat patriarkal yang telah terbentuk selamaratusan tahunresistensi terhadap perubahan sangatkuat. Banyak perempuan yang mengalami hambatanstrukturalseperti akses pendidikan yang terbatasdiskriminasi di tempat kerjaserta stereotip gender yang masih sangat kuatUntuk itumembangunkembali sejarah perempuan bukan hanya soalmenggali masa lalutetapi juga merancang masa depan. Kita perlu membangun sistem pendidikan yang lebih peka gender, menciptakan ruang-ruang amanbagi perempuan untuk berpendapat dan berkaryasertamendukung kebijakan-kebijakan publik yang menjamin kesetaraanMembangun kembali sejarahperempuan berarti menulis ulang buku-buku pelajarankitamembuat film yang menampilkan tokoh-tokohperempuan, dan mengangkat kisah mereka dalamdiskusi kampus, blog, dan ruang publikPemberdayaan tidak cukup hanya dalam bentuk angkapartisipasitapi harus sampai pada pengakuan dan penghargaan terhadap jejak kontribusiInilah revolusisunyi yang bisa kita mulai dari IMM—organisasi kecildengan cita-cita besar.

Di IMM, kita bisa mendiskusikan gagasan dan pengalamanmenghidupkan tradisi intelektual yang peka terhadap persoalan perempuanIMMawati bukansekadar pelengkap dalam forum, tapi harus menjadiaktor utama dalam narasi perubahan. Kita bukan hanyapengikut gerakantapi pencipta gerakan itu sendiri. Dalam setiap diskusi malam, tulisan blog, ataupenelitian kecil yang kita lakukankita sedangmenanam benih besarnarasi yang lebih adil dan setara. Dalam masyarakatkita bisa menjadipenyambung suara perempuan yang selama inidibungkamLewat kegiatan pengabdian masyarakatmisalnyakita bisa mengangkat isu-isu sepertikekerasan dalam rumah tanggaakses pendidikanuntuk perempuan desaatau ketimpangan ekonomiyang masih membelenggu banyak perempuanIndonesia. IMMawati bisa menjadi agen transformasisosial yang peka dan solutif.

Selain itupenting juga untuk menjalin jejaringdengan organisasi perempuan lainnyaKolaborasilintas organisasi dan lintas isu dapat memperkuatgerakan perempuan dan menjadikan advokasi lebihstrategis. Kita bisa belajar dari pengalaman organisasiperempuan yang lebih dulu berdiri dan mengadopsipraktik-praktik terbaik untuk diterapkan dalamkonteks IMM. Soliditas dan solidaritas adalah kuncidalam memperjuangkan narasi perempuan yang inklusif. Sejarah tidak perlu diromantisasitapi harusdibukadikritisi, dan dituliskan kembaliSebabpemberdayaan sejati tidak datang dari sanjunganbelakamelainkan dari pengakuan atas realitas dan keberanian untuk mengubahnya. Kita tidak bisamengandalkan narasi lama yang meminggirkanperempuanlalu berharap keadilan akan hadir begitusaja. Kita harus hadir dalam cerita itumenuliskannyadengan tinta pengalaman dan keberanian.

Membangun kembali sejarah perempuan adalahkerja kolektif. Ini adalah undangan bagi seluruhImmawati untuk bangkit dan menyusun ulang fondasipengetahuan dan pergerakan kita. Sejarah adalah miliksemua, dan perempuan punya hak yang sama untukduduk di ruang utamabukan lagi di balik tirai. Jika sejarah adalah rumahmaka kita harus memastikanbahwa perempuan tidak lagi hanya berdiri di depanpintutapi turut menentukan isi dan arah rumah itu. Dan buku inibarangkaliakan menjadi saksi bahwadari IMM, lahir suara-suara yang menolak dilupakanDengan kerja yang konsistenreflektif, dan penuhcintakita dapat memastikan bahwa sejarahperempuan tidak lagi menjadi bagian yang hilang dariperadabanmelainkan pilar penting yang menopangmasa depan yang lebih adil. Kini saatnya perempuanhadirbukan hanya dalam catatan kaki, tapi sebagaijudul utama dari narasi umat manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terdapat Studi Kasus mengenai Marina Abramović – dalam karyanya Seni Tubuh sebagaiMedium Ekspresi dan Kritik,

    Marina Abramović,  dikenal   sebagai   seniman   performans   asal  Serbia,  dikenal   sebagai   pelopor   seni   tubuh  (body  art). Da...