Minggu, 13 Juli 2025

Perempuan Dalam Sejarah Indonesia; Memperjuangkan Keadilan dan Kesetaraan

 

Oleh: Musliyani (Kordinator Unit Edukasi LiterasiSKI VIII)

Bisa diketahui banyaknya permasalahan yang dialami kaum wanita yang berkaitan dalam berbagaibidang kehidupan. Sudut pandang permasalahanmengenai wanita memanglah kompleks dan runyam jika terus berfokus pada masalah yang dihadapinya dalam hal ini melepaskan peran penting dari wanitatidakah bisa di indahkan. Peran penting wanitatentunya harus dikaitkan dalam suatu tulisan agar terusdipublikasikan untuk mencapai suatu keinginan darilahirnya gerakan perjuangan wanita yang dikenaldengan gerakan feminisme atau gerakan kesetaraan gender. Sebelum membahas tentang sejarah perjuangan wanita kelas atas tentunya perlu juga mengetahui tentang wanita kelas atas. Wanita kelas atas (upper class women) merupakan sebutan bagi wanita yang memiliki status kelas sosial yang tinggi. Mereka dinilai memiliki kekuasaan, kehormatan, kekayaan, dan peluang.

Wanita kelas atas dinilai telah menikmati posisi yang relatif disukai yang bisa disimpulkan status yangmereka miliki berkorelasi dalam tingkat kontrol yangmereka miliki atas sumber daya yang ada seperti ekonomi, dan juga nilai yang ditempatkan oleh masyarakat kepada mereka berdasarkan pekerjaan dan kegiatan yang dilakukan mereka. Pernyataan tersebut merupakan pembuktian implementasi dari sebuah peran yang berbentuk status sosial tinggi memilikikemungkinan besar untuk berkontribusi dalam sebuahperjuangan untuk memajukan sebuah bangsa sepertibangsa Indonesia. Mengenai sejarah perjuanganwanita yang ada di Indonesia telah ada dalam pergerakannya pada zaman kerajaan salah satunya dimasa akhir abad ke-19. Gerakan ini bisa dikatakaan gerakan wanita dalam perjuangan fisik. Wanita-wanita terlibat dalam perjuangan bersenjata melawan penjajah. Mulanya hanya sebatas membantu suami, tetapi kemudian sungguh-sungguh menjadi pemimpinpasukan. Tokoh wanita yang berjuang adalah wanitaberstatus bangsawan. Nama -nama tokoh pejuang zaman kerajaan berstatus wanita bangsawan yang terkenal pada saat ini seperti Tjoet Nyak Dhien, Tjoet Meutia, Christina Martha Tiahahu bersama Kapitan Pattimura, Emmy Saela mendampingi Monginsidi, serta Roro Gusik bersama Surapati. Ada juga WolandMaramis dan Nyi Ageng Serang. Gagasan kesetaraangender belum ada dan sama sekali belum menjadi kesadaran pada saat itu.

Namun, pengimplementasiannya telah nampakmalah cenderung dalam kesadaran yang bersifat natural tanpa mengalami permasalahan kesetaraan gender. Seiring waktu untuk mengalahkan penjajah dirasa tidak cukup hanya mengandalkan serangan fisik dan strategi militer saja namun harus menggunakan cara lain. Salah satunya yaitu dengan cara belajar dan menempuh pendidikan. Bentuk pengimplementasianini merupakan salah satu bukti dari masa politik etis yang diterapkan sekitar tahun 1900-an. Perjuangan wanita pada masa ini bisa disebut dengan perjuangan menuju wanita yang berintelektual dan berwawasan ilmu pengetahuan. Hal ini dibutuhkan untuk menghilangkan kebodohan dikalangan wanita guna membantu menjadi istri dan ibu yang mampubertahan, mandiri, dan membantu kemerdekaan bangsa Indonesia saat itu. Sayangnya dalamrealisasinya tidaklah mudah karena masa itu lebih membutuhkan pria untuk menjadi penerus keluargabangsawan yang berkualitas sehingga masa inilah timbul kesenjangan gender bagi kaum wanita.

Tokoh wanita bangsawan yang memiliki andil besar dimasa itu adalah salah satunya RA. Kartini. RA.Kartini adalah salah satu wanita bangsawan yang memiliki kendala dalam pendidikan diakibatkan perbedaan pendapat dari beberapa anggota keluarganya dan tradisi pingitan dikeraton yang dia harus jalankan saat meningjak masa pendewasaan. Hal ini menghalangi cita-citanya untuk belajar dan berpendidikan tinggi. Keinginan yang besar dan cita-cita yang kuat dalam dirinya tidak pernah padam bahasa. Maka, energi, gairah, kekecewaan, dan angan-angannya disalurkan melalui surat-suratnya yang begitu indah dan puitis. Berbagai literatur yang memuat tulisan tentang Kartini menyatakan bahwa gagasan- gagasan utama Kartini adalah meningkatkan pendidikan bagi kaum wanita,baik dari kalangan miskin maupun atas, serta reformasi sistem perkawinan. la menolak poligami yang ia anggap merendahkan wanita.

Dengan gagasan berdasarkan pemikiran Kartini inilah cikal bakal gerakan kesetaraan gender yang bisadikenal juga dengan sebutan emansipasi wanita. Surat-suratnya kepada Stella Zeehandelaar, seorang feminis sosialis dari Belanda, banyak yang telah dihancurkan. Percakapan tertulis dengan Stella-lah yang justru banyak membuka mata dan hati Kartini terhadap masalah wanita dan pembebasannya. Sehingga kartini tergugah hatinya membuat sekolah bagi wanita. Akhirnya, pada 1903 bersama Rukmini, Kartini mendirikan Sekolah Kartini yang pertama di Indonesia. Sekolah Kartini tersebut khusus untuk anak wanita dan memberikan pelajaran-pelajaran yangkhusus pula untuk wanita. Pada umumnya murid-murid Kartini adalah wanita anak pegawai negeri, bahkan ada anak asisten wedana. Kartini banyak menerima buku progresif dari sahabatnya, H. H van Kol, seorang sosialis demokrat anggota Tweede Kamer. Satu hal yang juga perlu dicatat adalah pada saat Kartini menulis suratnya, sentimen nasionalisme berkaitan kesetaraan gender yang terorganisasi belum muncul secara meluas. Hanya berdasarkan bidang pendidikan dan pembelajaran wanita saja. Gagasan- gagasan nasionalisme ini lalu terus berkembang luasdengan lahirnya wanita bangsawan lainya oleh beberapa tokoh wanita lainnya, seperti Dewi Sartika dan Rohina Kudus.

Gagasan-gagasan kesetaraan gender semakin meluas di kalangan wanita Indonesia. Salah satu wujudnya yaitu dipelopori pembentukan organisasi dan pergerakan perempuan pertama ialah Putri Mardika yang berdiri pada tahun 1912 di Jakarta atas bantuan Boedi Oetomo. Tujuan pergerakan atauorganisasi ini, di antaranya: membimbing, memberibantuan, dan memberi penerangan serta penjelasankepada para gadis bumiputera dalam menuntut ilmu pengetahuan  dan  keterampilan,  juga  agar  mereka berani  bertindak  di  luar rumah dan mampu menyampaikan pendapat di depan umum. Selain itu, mereka juga belajar menghilangkan rasa rendah diri dan meningkatkan derajat diri. Kepada para gadis yang ingin maju diberikan bantuan berupa beasiswa. Organisasi pergerakan perempuan ini menerbitkan majalah Poetri Mardika. Pengurus organisasi pergerakan perempuan ini diketuai oleh R.A.TheresiaSabarudin, Sodikun Tjondokusumo, R. A. SutinahJoyonegoro, dan Rr. Rukmini. Di tempat lain, ada organisasi perempuan milik Muhammadiyah, yang bernama Aisiyah. Aisiyah didirikan pada tanggal 22April 1917 di Kauman, Yogyakarta. Kegiatanperempuan di kalangan Muhammadiyah sebenarnyatelah berlangsung lama, tetapi belum menjadi satu unit tersendiri. Aisiyah bertujuan menegakkan ajaran islam. Fokus kegiatan ada pada bidang keagamaan, pendidikan, dan kesejahteraan umat. Selanjutnya implementasi dari perjuangan wanita kelas atas sudah masuk keranah sosial masyarakat yang lebih umum dan tidak hanya membahas  kesetaraan  gender terhadap  wanita  saja  tetapi  masalah  gender  priajuga. Hal ini terjadi pada rentan waktu antara tahun 1920an hingga tahun 1970an terjadi berbagai perubahan penting dalam kehidupan masyarakat. Dalam historiografi Indonesia, periode tersebut dikenal sebagai periode peralihan. Dimulai oleh berakhirnya kekuasaan kolonial, masuknya pendudukan Jepang, dan dimulainya periode kemerdekaan. Periode ini juga merupakan periode krusial di mana semua sendi-sendi kehidupan mengalami perubahan.

Bagi perempuan, periode peralihan merupakanperiode yang penting karena pendidikan bagi perempuan yang telah dirintis dalam periode sebelumnya, pada tahun 1920an mulai menunjukkan hasilnya. Perempuan mulai berpikir tentang dirinya dan sudah mulai mampu mengekspresikan dan menuliskan tentang dirinya dalam segala bidang kehidupan yang ada dalam lingkungan masyarakat. Salah satunya yaitu tentang masalah perkawinan. Pada tahun 1939, misalnya, muncul pula ungkapan seorang perempuan (yang tidak menyebutkan namanya) yang mengungkapkan secara spontan permasalahan perkawinan yang ia alami melalui surat kabar Pesatyang terbit pada tahun 1939. Pesat merupakan suratkabar lokal milik SK Trimurti peneribitannya dikota Semarang, yang untuk pertama kalinya memuat ungkapan ungkapan  perempuan  tentang permasalahan  perkawinan  yang  mereka alami, tanpamewajibkan pengirimnya mencantumkan identitasdirinya. Pengirim hanya perlu menyampaikan identitas diri pada redaksi, dan redaksi akan menyembunyikan siapa sebenarnya penulis ungkapan-ungkapantersebut.

Menurut salah satu karya penulis dalam sebuah buku Mutiah Amini (2016), adanya pembahasan mengenai perkawinan di dalam surat kabar Pesat dibuat berdasarkan keinginan dari S.Tjokro dan istinya. Hal ini berkenaan dengan permasalahan perkawinan yang dirasa perlu diberikan solusi dengan Biro Konsultasi Perkawinan. Biro Konsultasi Perkawinan yang dimuat bernama Advis-Bureau Tentang Perkawinan dan Rumah Tangga. Di dalam rubrik/halaman surat kabar Pesat ini dimuat berbagaisurat masyarakat tentang kehidupan perkawinan di dalam keluarga. S. Tjokro, seperti dijelaskan di dalam surat kabar tersebut, merupakan seorang tokoh agama di Semarang. Oleh karena itu, ketika S. Tjokro menyampaikan keinginannya untuk menampilkan rubrik konsultasi perkawinan dan rumah tangga,keinginan tersebut segera disambut baik oleh M. I.Sajoeti dan S. K. Trimurti, redaktur Pesat. Sebagaisebuah biro konsultasi, S.Tjokro mensyaratkan sebuahtulisan yang bertanggung jawab untuk memberikan solusinya.

Dapat dilihat bahwa masalah kesetaraaan gender berbentuk masalah perkawinan tidak hanya dibahasoleh kaum wanita saja tetapi pria juga cukupmengambil andil dalam permasalahan kajian gender.Tulisan ini merupakan sedikit ulasan mengenaikesetaraan gender yang menjadi salah satu kajiansejarah di Indonesia dalam hal ini hal ini menimbulkansebuah pemikiran bahwa perbaikan kehidupan wanita bukan hanya diperjuangkan oleh wanita saja namun juga ada peran dari masyarakat secara menyeluruh.

“Perjuangan perempuan di Indonesia untuk mencapai keadilan dan kesetaraan telah berlangsung lama dan melibatkan berbagai aspek kehidupan sosial, politik, dan budaya. Dalam konteks sejarah Indonesia, perempuan memainkan peran penting dalam berbagai gerakan sosial dan politik, meskipun sering kali kontribusi mereka diabaikan dalam narasi sejarah yang didominasi oleh perspektif laki-laki. Sejak awal abad ke-20, perempuan Indonesia mulaimengorganisir diri untuk memperjuangkan hak-hakmereka. Salah satu tokoh penting dalam gerakan ini adalah Raden Ajeng Kartini, yang dikenal melalui surat-suratnya yang mengadvokasi pendidikan untuk perempuan. Kartini mendirikan Sekolah Kartini pada tahun 1903, yang bertujuan untuk memberikan pendidikan kepada perempuan, terutama dari kalangan bangsawan.

Pada tahun 1912, organisasi Putri Mardika didirikan sebagai salah satu pergerakan perempuan pertama di Jakarta, bertujuan untuk meningkatkan pendidikan dan keterampilan perempuan. Selain itu, organisasi Aisiyah yang didirikan oleh Muhammadiyah pada tahun 1917 juga berkontribusidalam pemberdayaan perempuan melalui pendidikandan pengajaran nilai-nilai Islam. Perempuan tidak hanya terlibat dalam pendidikan tetapi juga dalam perjuangan melawan penjajahan. Misalnya, Cut Nyak Dien menjadi simbol perjuangan perempuan Acehmelawan Belanda. Selama periode kolonial, banyakperempuan yang terlibat dalam berbagai bentuk perlawanan, meskipun sering kali mereka tidak mendapatkan pengakuan yang setara dengan rekan-rekan laki-laki mereka. Setelah kemerdekaan, gerakan feminisme di Indonesia terus berkembang. Pada tahun 1977, wacana gender mulai diperkenalkan secaralebih luas, dipengaruhi oleh perkembangan gerakanfeminis global. Hal ini mendorong munculnya organisasi-organisasi feminis yang fokus pada isu-isu kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.

Di era modern ini, perjuangan untuk kesetaraan gender masih relevan. Program- program seperti MAMPU (Masyarakat dan Perempuan) berupaya meningkatkan akses perempuan terhadap layanan dasar serta mendorong partisipasi mereka dalam pengambilan keputusan politik. Melalui advokasi kebijakan publik yang responsif gender, program ini berkontribusi pada perubahan sosial yang lebihinklusif bagi perempuan. Pentingnya pengakuanterhadap peran perempuan dalam sejarah Indonesiatidak hanya untuk menghargai kontribusi mereka tetapi juga untuk membangun masyarakat yang lebih adil dan setara. Dengan mengedepankan perspektif gender dalam penulisan sejarah, kita dapat memahami kompleksitas perjuangan perempuan dan tantangan yang masih dihadapi hingga saat ini. Kesimpulannya, perjuangan perempuan di Indonesiamerupakan bagian integral dari sejarah bangsa ini. Dari pendidikan hingga partisipasi politik, kontribusi mereka telah membentuk jalannya sejarah dan harusterus diperjuangkan untuk mencapai keadilan dankesetaraan yang sejati”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terdapat Studi Kasus mengenai Marina Abramović – dalam karyanya Seni Tubuh sebagaiMedium Ekspresi dan Kritik,

    Marina Abramović,  dikenal   sebagai   seniman   performans   asal  Serbia,  dikenal   sebagai   pelopor   seni   tubuh  (body  art). Da...