Minggu, 29 November 2020

Catatan Kader Kebangsaan: Menyoal Demokrasi dan Demonstrasi di Indonesia

Oleh: Andi Nurfaizah HM (Wakil Direktur Keuangan SKB 7 PIKOM IMM FISIP Unismuh Makassar)

"Jika hutan sudah habis ditebang, ikan sudah habis ditangkap, air tetes terakhir sudah tercemar, manusia baru akan sadar jika uang tidak dimakan"

Di sistem pemerintahan kita saat ini yang menganut sistem demokrasi tentunya tidak akan terlepas dari esensinya yaitu menyatakan pendapat di muka umum, baik itu secara tulisan maupun secara lisan. Salah satunya dengan cara demonstrasi. 

Demonstrasi di Negara demokrasi seperti Indonesia ini bukanlah hal yang asing. Demonstrasi seakan menjadi cara yang paling jitu bagi masyarakat sipil yang terbungkam untuk menyuarakan aspirasinya kepada para penguasa. 

Sementara itu, di dalam UUD 1945 demonstrasi diperbolehkan dan bahkan dijamin oleh konstitusi selama itu masih mengikuti tata cara yang sudah ada dan diatur dalam UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. 

Demonstrasi selalu menjadi peristiwa rutin yang menghiasi halaman pemberitaan di Indonesia. Oktober ini, mahasiswa Indonesia kembali melakukan tugasnya. Puluhan ribu mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia turun ke jalan demi menyuarakan tuntutannya terhadap pengesahan Undang - Undang Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang tidak sesuai dengan alur pengesahan Undang - Undang yang sebenarnya.

Dengan perancangan RUU yang serba tertutup dan tidak adanya konsultasi publik ataupun tidak melibatkan seluruh stakeholder dan pihak yang akan terdampak dari RUU yanh cakupannya sangat luar karena modelnya ialah Omnibus (baca: penggabungan dan penyeragaman), ditambah adanya agenda gelap dan kepentingan politik yang tidak akuntabel dalam prosesnya mengakibatkan public trust terhadap demokratisasi pemerintah dan DPR melandai dengan sangat tajam pada segmentasi tahun ini.

Demokrasi di Indonesia sudah mulai tercederai. Dimana para elit – elit politik dihadapkan oleh dua hal, yaitu harta dan tahta. Jika mereka tidak mengejar keduanya, ada banyak Undang- Undang dan aturan yang sebenarnya keadilah sosial itu dapat tercapai dalam sistem Demokrasi ini. Misalnya, Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok - Pokok Agraria dimana Undang – Undang itu mengatur dasar – dasar dan ketentuan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumber daya agraria nasional di Indonesia. 

Itu semua sudah terjabarkan, tetapi untuk saat ini sangat susah untuk mengimplementasikannya. Apakah para pemangku kebijakan yang memegang kuasa itu mau menegakkannya ataukah untuk saat ini mereka hanya memikirkan soal harta dan tahta?

Ada banyak persoalan yang sebetulnya menjadi variabel tersendiri untuk mengukur parameter keberhasilan demokrasi di Indonesia. Namun yang paling spesifik adalah seperti yang dikatakan oleh filsuf Romawi (Cicero), "Semakin banyak produk hukum sebuah negara, semakin jauh keadilan." Begitulah hari ini wajah dari regulator atau legislator kita dalam membuat regulasi atau legislasi UU yang nyeleneh dan kadang menyebalkan karena isi UU dan penyelenggaraan UU itu saling simpang siur dan terkadang menabrak kepentingan hajat hidup orang banyak.

Jika legislatif tidak mengeluarkan kebijakan – kebijakan yang aneh, tentu saja respon orang – orang yang progresif tidak akan membuat onar. Ada dua hal yang diperhadapkan dalam menanggapi sebuah demonstrasi. Yang pertama diperhadapkan oleh pemerintah yang menganggap demonstrasi itu sesuatu yang dapat menyebabkan kericuhan. 

Begitupun dengan masyarakat awam ataupun masyarakat yang tidak mempunyai kepentingan, mereka menganggap demonstrasi itu mengganggu dan meresahkan. Sementara yang kedua itu, diperhadapkan oleh buruh ataupun petani yang meminta dukungan karena merasa hak – hak mereka akan direnggut. 

Tantangan para mahasiswa saat ini yaitu belum bisa menyatukan pandangan – pandangan di masyarakat itu sendiri. Kembali lagi bagaimana mahasiswa bisa mengambil simpati rakyat, agar demonstrasi itu bukan hanya sekedar jadi budaya di Indonesia tapi betul – betul memiliki konten yang sangat jelas sehingga tidak ada lagi masyarakat yang ribut dengan mahasiswa. Mari mengembalikan marwah demonstrasi yang benar – benar menjadi sebuah game of the control social dan gerakan moral sebagai bentuk solidaritas kemanusiaan menuju keadilan sosial.

Di akhir kata, Imam Nawawi pernah berkata “ Barang siapa yang mendiamkan kemungkaran seorang pemimpin lalu menunjukkan sikap rela, setuju, atau mengikuti kemungkaran tersebut, ia telah berdosa”. Karena itu, perlu untuk selalu mengawal dan mengkritisi setiap kebijakan pemerintah jika dianggap tidak memihak kepada rakyat. Tak heran jika demonstrasi sebagai aksi protes terhadap pemerintah menjadi pemandangan yang lumrah di negeri ini. Terlepas dari itu, ada atau tidak adanya keadilan sebetulnya terletak dalam hati nurani penguasa yang melaksanakannya.


Salam Perjuangan

Membaca, Bergerak, dan Melawan.

Goresan Pena Sekolah IMMAwati Jilid V

Oleh: Nurfadila (Departemen Bidang IMMawati)


PIKOM IMM FISIP UNISMUH MAKASSAR menyelenggarakan kegiatan Sekolah IMMawati (SKI) Jilid V yang dilaksanakan pada tanggal 20-22 November 2020 di Villa Mangindara Desa Mangindara Kec.Galesong Selatan Kab.Takalar.

Sedikit saya, ingin memberikan komentar apa pentingnya Sekolah IMMawati, hal menarik bagi saya ketika kita merefleksikan bagaimana kondisi kita saat ini yang mengalami dekadensi peran perempuan, semakin redupnya perempuan disebabkan oleh adanya anggapan bahwa perempuan dipandang sebagai manusia lemah, pengundang fitnah dan sebagainya akhirnya menyebabkan hilangnya letak dan posisi seorang perempuan.

Pada zaman jahiliyah wanita dipandang rendah, budak nafsu, bahkan tidak berarti sama sekali. Dahulu kelakuan para kafir quraisy terhadap perempuan sangatlah keji karena tidak mengizinkan perempuan untuk hidup.

Seiring berjalannya waktu, muncullah pemikiran dan anggapan bahwa perempuan harus disama ratakan dengan laki-laki secara keseluruhan; kebebasan, hak, pekerjaan, jabatan dan lain sebagainya. Perempuan di zaman sekarang, lebih spesifik lagi perempuan dalam islam adalah perempuan yang banyak didskriminasi, intimidasi, banyak tekanan, kurang bebas, terzalimi, dan lain-lain. Semua itu adalah merendahkan martabat perempuan, perempuan dianggap tidak berdaya, terhinakan dan begitu seterusnya, sehingga menggemborkan kebebasan perempuan dan kesamaan dengan laki-laki.

Padahal, jika mereka menyadari perempuan didalam agama islam adalah perempuan yang sangat mulia kedudukannya, penuh kehormatan, kelembutan, dan segala sifat kemuliaan.

Kedudukan perempuan dalam islam sama dengan laki-laki. Perempuan diciptakan sebagai pasangan buat laki-laki bukan sebagai budak atau harta yang bisa diperjual belikan.

Ayat yang memberikan gambaran tentang persamaan laki-laki dan perempuan baik dalam hal ibadah maupun dalam aktivitas sosial, yaitu dalam Q.S. Al-Hujurat :13.

“ Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah adalah orang yang paling bertakwa diantara kamu”.

Kutipan dari saya, “ Jika ada manusia yang merendahkan seorang perempuan, katakan padanya bahwa seorang bayi tidak dilahirkan dari Rahim seorang laki-laki”.


Dan pesan dari saya yaitu “ Jadilah perempuan yang kuat dan hebat yang dihina tidak tumbang dan  dipuji tidak terbang”.


Billahi Fii Sabilil Haq fastabiqul Khoirat.

Goresan Pena Sekolah IMMawati Jilid V

 Oleh: Fitriani (Departemen bidang hikmah) 


Sekolah IMMawati kegiatan yang dilakukan untuk menggenjot dan membenahi skill IMMawati Fisip agar lebih terarah dan mampu menumbuhkan jati diri. Kegiatan ini kita diberikan materi dan diajarkan mengenai gender  bahwa pada dasarnya laki-laki dan perempuan itu sama hanya ada beberapa perbedaan biologis yang membedakan tetapi dalam bidang lain perempuan juga mampu melakukannya termasuk terjun dan memimpin dalam dunia politik. 

Perempuan harus menanamkan 3 aspek dalam dirinya yaitu spritual, Intelektual dan Humanitas sebelum melakukan gerakan perubahan perempuan harus merubah atau memeperbaiki sikap dan sifat dalam dirinya terlebih dahulu. Hal ini tercermin dalam surah AL-A’raf ayat 179 yang artinya: “Dan sesungguhnya kami jadikan untuk isi neraka jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk meemahami ayat-ayat Allah SWT dan mereka mempunyai mata tetapi tidak dipergunakanya untuk melihat tanda-tanda kekuaaan Allah dan mereka mempunyai telinga tetapi tidak dipergunakannya ubtuk mendegar ayat-ayat Allah. Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai”. 

Dalam ayat ini dapat kita petik mata harus kita pergunakan dengan sebaik-baiknya jangan digunaka untuk melihat hal-hal yang buruk, hal-hal yang haram, dan jangan lupa untuk menundukkan pandangan. 

Kemudian hati kita harus menjaga agar hati senantiasa tidak boleh dengki, iri terhadap apa yang sudah dicapai orang lain dan kita tidak pernah menggunakan hati untuk memahami ayat-ayat Allah maka dalam hal ini kita harus memperbaiki hati agar senantiasa khusnuson dan selalu berusaha belajar memaahami ayat-ayat Allah.

Telinga semestinya dipergunakan untuk mendengar lantunan ayat-ayat Allah, ceramah, kajian dan lain-lain jangan kita gunakan telinga untuk mendengar hal-hal yang tidak penting apalagi hal yang dilaknat oleh Allah seperti ghibah.

Maka dalam hal ini kita semestinya menggunakan pemberian Allah dengan baik karena jika kita menggunakannya untuk hal maksiat maka sama saja kita ini seperti binatang ternak atau bahkan lebih rendah lagi.

Menggunakan hati, mata telinga untuk jalan Allah agar kita tidak tergolong orang-orang yang lalai. 

Sebelum kita memimpin hendaknya kita memeperbaiki dan membenahi akhlak dan sikap kita. Sebagai perempuan kita harus mampu memberikan perubahan dan pergerakan jangan mau ditindas seenaknya. Karna pada dasarnya Allah menciptakan kita semua sama hanya iman dan ketakwaan yang membedakan kita.


Pesan saya untuk perempuan

" Jadilah perempuan yang senantiasa selalu menjaga kehormatannya."

Goresan Pena Sekolah IMMawati Jilid V

Oleh: Risnayani (Departemen bidang IMMawati)


Pimpinan Komisariat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik Telah melaksanakan Sekolah IMMawati jilid 5 dimana ini merupakan sebuah kegiatan rutin dari Bidang IMMawati. Pada sekolah IMMawati jilid 5 ini mengangkat tema “Menanamkan Nilai Nilai Tri Kompetensi IMM dalam Membentuk Kepemimpinan IMMawati yang Militan”. Dimana peserta diberikan materi yang luar biasa dengan harapan membentuk kepemimpinan IMMawati yang militan.

Berbicara mengenai IMMawati pastinya tidak lepas dari permasalahan perempuan dan juga ranah gerak IMM. Pada dasarnya permasalahan perempuan muncul dikarenakan gender. Dimana gender ini merupakan serangkaian karakteristik yang terikat kepada laki-laki dan perempuan yang membedakan maskulinitas dan femininitas. Karakeristik tersebut dapat mencakup jenis kelamin, hal ini ditentukan berdasarkan jenis kelamin, atau identitas gender. Oleh karena itu seseorang IMMawati harus memiliki ketangguhan. ketangguhan seorang IMMawati diterjemahkan dengan tindakan yang tidak bersinggungan dengan kodrat ilahiyah. Perempuan tangguh harus memiliki sifat kompetitif sejalan dengan semangat fastabiqulkhoirot yang harus dijadikan pemantik sebuah semangat.

“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh berbuat yang ma’ruf, dan mencegah yang mungkar, melaksanakan shalat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana” (at-taubah:71)

Pada surah at-taubah ini menjelaskan bahwa laki-laki dan perempuan itu sama Dimata Allah SWT yang hanya membedakan yaitu ketakwaan dan ketaatannya. Laki-laki dan perempuan sama-sama menegakkan agama dengan amar ma'ruf menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan dan mencegah dari hal yang mungkar.

Sehingga perempuan juga memiliki ruang untuk berada pada Rana publik bukan hanya pada Dapur, Sumur dan dikasur tetapi Seseorang perempuan bisa mengabdikan dirinya menjadi seorang Pemimpin.

Sabtu, 28 November 2020

Goresan Pena Sekolah IMMawati jilid V

Oleh: Elma Tahera Husnun (Departemen bidang organisasi)

Ada begitu banyak pembelajaran baru yang saya dapatkan dari Sekolah IMMawati jilid V ini, salah satunya yaitu mengenai keseteraan Gender antar perempuan dan laki-laki. Yang membedakan kita hanyalah dari segi taqwa kita kepada Allah SWT.

Pada Q.S Al-Ahzab ayat 35 yang artinya : “Sesungguhnya laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki dan perempuan mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya,laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan kepada mereka ampunan dan pahala yang besar” yang memiliki penjelasan makna bahwa laki-laki dan perempuan itu berdampingan dan hanya taqwanya kepada Allah SWT yang menjadikan perbedaan, akan tetapi Allah SWT telah menyediakan kepada mereka ampunan jika mereka melakukan kesalahan dan akan memberikan pahala yang besar kepada mereka jika mereka mengerjakan perbuatan yang baik. 

Sejatinya perempuan merupakan sosok yang paling istimewa, Peringatan Hari Perempuan Internasional manjadi bukti bahwa kaum hawa bukanlah makhluk yang lemah. Perempuan memiliki segala kelebihan yang menjadikannya sebagai sosok yang istimewa, Perempuan bisa melakukan apa saja. Kita (perempuan) dilahirkan dengan gen multitasking yang berarti, kita bisa melakukan apa saja yaitu termasuk menjadi seorang pemimpin. Hanya saja satu yang tidak bisa di pimpin oleh perempuan yaitu rumah tangga. Satu keistimewaan terbesar seorang perempuan yang tak bisa dielakkan kaum laki-laki yaitu menstruasi, mengandung, melahirkan, dan menyusui.

Akan tetapi masih banyak saja kasus yang terjadi di luar sana yang mempermasalahkan keberadaan sosok perempuan. Banyak perempuan yang masih harus menyuarakan hak mereka di luar sana karena masih adanya sistem patriarki yang terjadi. Mereka yang menyuarakan haknya adalah perempuan yang tidak tinggal diam dan menerima begitu saja ketidakadilan pada kaum perempuan. Dan mereka yang bersuara adalah mereka yang menginginkan keadilan itu terjadi sebagaimana seharusnya. 

Hanya satu pesan yang ingin saya sampaikan yaitu "Jangan takut untuk menyuarakan hak kita sebagai seorang perempuan, karena jika bukan kita yang menyuarakannya maka bagaimana orang-orang di luar sana akan tau tentang apa yang ingin kita sampaikan".

Goresan Pena Sekolah IMMawati Jilid V

Oleh: Nurfadilahtunnisaa (Departemen bidang media dan komunikasi) 


Sekolah immawati merupakan kegiatan rutin yang dilaksanakan oleh Bidang IMMAWATI setiap tahunnya yang saat ini telah memasuki Jilid ke V. Sekolah IMMAWATI ini mengangkat tema “Menanamkan Nilai Nilai Tri Kompetensi IMM dalam Membentuk Kepemimpinan IMMawati yang Militan”. 

Dalam kegiatan Sekolah IMMAWATI ini setiap peserta mendapatkan materi materi yang luar biasa, dengan harapan bisa mewujudkan jiwa kepemimpinan immawati yang militant dan tangguh atas dasar pemikiran bagi perempuan dalam membangun kesadaran tata karma dan berfikir kritis. Seperti dengan materi gender dan feminism yang mengajarkan bagaimana porsi yang sama antara laki laki dan perempuan.

Sebagai seorang perempuan harus memahami perannya untuk mampu melakukan gerakan ekspansi melihat kondisi diera milenial saat ini. Bukan Laki laki saja yang bisa terlibat dalam musyawarah tetapi perempuan juga bisa dilibatkan dalam musyawarah baik itu politik ataupun tidak. Terdapat dalam Q.S At-Taubah ayat 71 “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

Dimana perempuan menjadi partner laki laki dalam beramar makruf nahi munkar dan ibadah lainnya. Peran perempuan sangat dibutuhkan, karena kemampuannya yang religious, intelektual, serta sosialis mampu menjawab tantangan di era global ini. Oleh karena itu marilah kita belajar dan berjuang dalam menghadapi tantangan global.

Pesan saya terhadap perempuan 

“Jadilah perempuan yang tangguh yaitu perempuan yang dapat membangun pondasi yang kokoh dengan batu bata yang dilemparkan kepadanya dan menjadi sebaik baik perhiasan dalam dirinya”


Goresan Pena Sekolah IMMawati Jilid V

 Oleh: Riski Saripa (Departemen bidang kader) 


"perempuan memiliki kodrat yang sudah diatur oleh ketentuan_Nya, semestinya empati lah pada kodrat perempuan, merengkak, berjalan dan berlari di jalan yang sama"

Menurut Fakih (2008) mengartikan gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial dan kultural. Sifat yang bukan merupakan bawaan secara genetik tapi karena kebiasaan yang ditiru oleh anak saat Masi kecil. Sifat yang lahir karena faktor atau stigma yang ada pada masyarakat, sehingga lahir sifat gender itu pada laki-laki maupun pada perempuan.

Berbicara mengenai kesetaraan gender yang sudah lama dibahas dan tak henti-hentinya untuk di perbincangkan. Sebab kesetaraan gender yang kerap menjadi lahirnya perempuan menjadi objek, yang tidak dapat melakukan apa yang dapat dilakukan oleh seorang laki-laki.

Stigma masyarakat yang kerap membuat kesetaraan gender yang sangat sulit untuk dilakukan. Baik Laki-laki maupun perempuan  tidak ada alasan untuk saling bekerjasama. Namun nyatanya peran perempuan hanya menjalankan apa yang sepatutnya dilakukan oleh perempuan. Tanpa sadar bahwa mereka telah memposisikan perempuan tidak dapat melakukan apa-apa selain menjalankan kodrat perempuan itu sendiri.

Terkadang saya ingin berteriak akan keadilan anti kekerasan pada perempuan. Tapi saya sadar bukan hanya laki-laki yang melakukan kekerasan bahkan sesema perempuan pun melakukan kekerasan. Hal ini menyebabkan kekerasan terhadap perempuan sulit untuk di hilangkan karna sesama perempuan saja tak banyak melakukan kekerasan terhadap sesama perempuan.

Mari bermusahabah diri, bersama-sama memperbaiki pola pikir kita akan kesetaraan gender di dalam praktik kehidupan sosial maupun kultural. Melakukan perombakan stigma masyarakat yang membentuk perbedaan pandang antara laki-laki dan perempuan.

Jika laki-laki dapat menjadi pemimpin mengapa tidak perempuan menjadi pemimpin. Karna di bumi ini manusia sejatinya adalah pemimpin menjadi Khalifah dimuka bumi.

Laki-laki dan perempuan partner kerja bukan partner rasa.


Sekian.

Billahi Fii Sabilil Haq fastabiqul Khoirot.

Selasa, 24 November 2020

Goresan Pena Sekolah IMMawati Jilid V

Oleh: Adhela saputri (Departemen Bidang Hikmah)



Wanita adalah sosok istimewa yang diciptakan oleh Allah Subhaana wa Taala dari tulang rusuk laki-laki. Setelah datangnya Rasulullah shollallahu ‘alaihi wassalaam membawa risalah-Nya, wanita yang beriman disebut sebagai Muslimah. Rasulullah memerdekakan wanita dari perbudakan zaman jahiliyah. Seperti kita ketahui, pada masanya wanita benar-benar tidak punya harga diri. Wanita dieksploitasi hanya untuk memuaskan nafsu laki-laki atau sejenisnya. Bahkan pada zaman pra ke-Nabian wanita atau bayi-bayi wanita dibunuh karena membuat malu keluarga. Fenomena yang tragis.Alhamdulillah, dewasa ini emansipasi wanita sudah sangat maju.

Islam sangat menjunjung tinggi harkat dan martabat wanita, seperti yang ada pada dalam surah Al Ahzab ayat 35: “Sesungguhnya laki-laki dan wanita muslim, laki-laki dan wanita mukmin, laki-laki dan wanita yang tetap dalam keta’atannya, laki-laki dan wanita yang sabar, laki-laki dan wanita yang khusyu’, laki-laki dan wanita yang bersedekah, laki-laki dan wanita yang berpuasa, laki-laki dan wanita yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan wanita yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan kepada mereka ampunan dan pahala yang besar”.

Wanita memang mendapatkan peluang yang sama dengan laki-laki dalam banyak hal.Sehingga sebagai Muslimah sejatinya kita diberikan banyak peluang untuk memaksimalkan potensi diri. Di mata Allah SWT perempuan dan laki-laki itu sama, yang membedakan kita itu hanyalah ketaqwaan kita terhadap-Nya. 

Pesan saya terhadap perempuan sekarang

"Jadilah perempuan yang mampu memfilter segala hal jangan menjadi perempuan yang mudah goyah hanya karena gombalan laki-laki, agar kita sebagai perempuan tidak dipandang sebelah mata oleh laki-laki"


#AlumniSekolahIMMawatiJilidV

Senin, 23 November 2020

Pikom IMM Fisip Unismuh Makassar Sukses gelar Sekolah IMMawati Jilid V

 


Pimpinan Komisariat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Pikom IMM FISIP) Universitas Muhammadiyah Makassar, Sukses menggelar Sekolah IMMawati Jilid V.


Dengan mengangkat tema “Menanamkan Nilai – Nilai Tri Kompetensi IMM dalam Membentuk Kepemimpinan IMMawati yang Militan “, yang berlangsung pada tanggal 20 - 22 November 2020, di Desa Mangindara Kec. Galesong Selatan Kab. Takalar. Dan tetap mematuhi protokol kesehatan.


Sekolah IMMawati ini merupakan kegiatan rutin yang dilaksanakan oleh Bidang IMMawati  setiap tahunnya yang saat ini telah memasuki Jilid ke V. 


dalam kegiatan tersebut para peserta mendapatkan materi – materi yang sangat luar biasa, dengan harapan dapat mewujudkan  jiwa kepemimpinan immawati yang militan serta tangguh, dan sebagai dasar pemikiran bagi kaum perempuan untuk membangun kesadaran tata krama dan berfikir kritis. Dalam hal ini IMMawati juga dituntut untuk menjadi perempuan yang tidak buta akan politik serta harapannya IMMawati juga mampu mengambil peran di rana publik.


Hal senada juga di sampaikan oleh Ketua Pikom IMM Fisip Unismuh Makassar, IMMawati Aqidatul Izzah Hasrullah,


“Tentunya kami berharap melalui kegiatan ini dapat melahirkan IMMawati yang tangguh dan berjiwa militan, militan di sini bermakna loyalitas, pengabdian dan integritas.” harapnya.


Ketua Bidang IMMawati PC IMM Kota Makassar, IMMawati Isti Jumilda Prancang merasa bangga dan berterimakasih atas terlaksananya Sekolah IMMawati Jilid  V ini,


“Saya merasa bangga sekaligus berterimakasih karena masih tetap progresif melaksanakan kegiatan seperti ini.” ungkapnya.


Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh Plt Kepala Desa Mangindara (20/11/2020), yang sangat menyambut baik kegiatan ini, menurutnya kegiatan Sekolah IMMawati Jilid V ini merupakan hal yang baru menurutnya dan sangat baik untuk menambah wawasan seorang perempuan, ia juga berpesan agar tetap memperhatikan protokol kesehatan.


Kegiatan ini, juga dihadiri oleh Babinsa Mangindara, PC IMM kota makassar, Pikom IMM Galesong, Karang taruna dan Pengurus serta kader Pikom IMM Fisip Unismuh Makassar.

Selasa, 10 November 2020

Tak hanya sekedar hari penghormatan saja!

Oleh : A. Ika Pransiska Putri (ketua bidang riset dan pengembangan keilmuan)



"Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Dan berikan aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia." "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya."


(Pidato Hari Pahlawan 10 November 1961)

Hari Pahlawan selalu menjadi pertanyaan yang sering dilontarkan oleh berbagai kalangan, yang dijatuhkannya pada tanggal 10 November, lantaran pada tanggal tersebut terjadi peristiwa pertempuran antara warga Surabaya dengan tentara Belanda. Penetapan ini dilakukan melalui Keppres No. 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959. (merupakan bagian dari Revolusi Nasional Indonesia).

Sejatinya, peringatan Hari Pahlawan menyimpan makna mendalam untuk bangsa Indonesia. Peringatan ini menjadi bentuk penghormatan untuk jasa para pahlawan yang rela berkorban untuk Indonesia hingga titik darah penghabisan. Dimana Sejarah Hari Pahlawan sering dikaitkan dengan puncak pertempuran Surabaya yang terjadi antara pasukan asing dan Indonesia. Pertempuran Surabaya merupakan pertempuran pertama yang terjadi setelah kemerdekaan Indonesia.

Sebagai generasi muda, sebaiknya kita mengetahui apa makna Hari Pahlawan. Karena tanpa adanya pahlawan, belum tentu kita dapat menikmati kemakmuran seperti sekarang. Berikut ini adalah rangkum sejarah dan makna Hari Pahlawan yang sesungguhnya.

Latar belakang pertempuran 10 November

Pertempuran 10 November ini bermula pada saat pihak Belanda mengibarkan bendera Belanda di hotel Yamato Surabaya. Hal ini tentu memancing kemarahan bangsa Indonesia terutama warga Surabaya, mereka menganggap Belanda menghina kemerdekaan Indonesia dan melecehkan bendera Merah Putih.

Mereka protes dengan berkerumun di depan Hotel Yamato dan meminta bendera Belanda diturunkan. Hingga kemudian mereka menaiki hotel Yamanto dan merobek bagian berwarna biru dari bendera sehingga hanya tersisa warna merah dan putih saja.

Kejadian di hotel Yamanto tersebut membuat pertempuran Indonesia dengan tentara Inggris pada tanggal 27 Oktober 1945. Melihat keadaan yang semakin memanas, Jenderal D.C. Hawthorn meminta Presiden RI Sukarno untuk menenangkan keadaan. Sehingga ada tanggal 29 Oktober 1945, pihak Inggris dan Indonesia telah menandatangani perjanjian gencatan senjata.

Saat itu, hasil perundingan antara kubu Indonesia dan pihak Inggris melahirkan sejumlah pokok, berikut isi dari hasil perundingan tersebut, "Pada tanggal 29 Oktober 1945 berhubung dengan adanya pertempuran antara rakyat Surabaya dengan tentara pendudukan Inggris di Surabaya, Presiden kita PYM (Paduka Yang Mulia) Ir. Sukarno, PYM Drs. Moh. Hatta, dan PT Mr. Amir Sjarifuddin Menteri Penerangan telah tiba di kota Surabaya untuk menenteramkan keadaan. Dalam hujan peluru beliau mengadakan perundingan dengan Panglima Tentara pendudukan di Surabaya, dan hasil permusyawaratan ialah sebagai berikut:

1. Perjanjian diadakan antara Panglima Tentara Pendudukan Surabaya dengan PYM Ir. Sukarno, Presiden RI untuk mempertahankan ketenteraman kota Surabaya
2. Untuk menenteramkan, diadakan perdamaian: ialah tembakan-tembakan dari kedua pihak harus diberhentikan
3. Keselamatan segala orang (termasuk orang-orang interniran) akan dijamin oleh kedua belah pihak
4. Syarat-syarat yang termasuk dalam surat selebaran yang disebarkan oleh sebuah pesawat terbang tempo hari tanggal 27 Oktober akan diperundingkan antara PYM Ir. Sukarno dengan Panglima Tertinggi Tentara Pendudukan seluruh Jawa pada tanggal 30 Oktober besok
5. Pada malam itu segala orang akan merdeka bergerak, baik orang-orang Indonesia maupun Inggris
6. Segala pasukan akan masuk ke dalam        tangsinya, dan orang yang luka-luka dibawa ke rumah sakit, dan dijamin oleh kedua belah pihak.

Malamnya, 6 pokok persetujuan disiarkan oleh Presiden Sukarno dan Brigjen A.W.S. Mallaby lewat Radio Pemberontakan di Jalan Mawar no.2 Surabaya. 

Akan tetapi, kesepakatan ini dilanggar dan dalam suatu pertempuran Jenderal Mallaby (pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur) terbubuh. Hal ini membuat tentara Inggris murka dan memicu peperangan yang lebih besar lagi di Surabaya dan meminta pihak Indonesia menyerahkan persenjataan serta menghentikan perlawanan pada tentara AFNEI dan administrasi NICA.

Dan mengakibatkan pihak Inggris melakukan "Pembersihan Berdarah" di semua sudut kota pada 10 November 1945. Arek-arek Surabaya melakukan perlawanan yang berakhir dengan gugurnya ribuan pahlawan bangsa.

Makna Hari Pahlawan tak hanya sebagai bentuk penghormatan saja

Terdapat istilah "bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai dan menghargai para pahlawannya". Kata-kata tersebut dapat berkaitan dengan makna Hari Pahlawan yang sesungguhnya, Sehingga makna peringatan Hari Pahlawan tidak semata-mata hanya untuk menghormati jasa para pahlawan yang gugur pada saat itu. 

Pada zaman dahulu generasi muda harus berperang dengan bambu runcing dan persenjataan seadanya dalam memperjuangkan kemerdekaan.

Walaupun kenyataannya kita tak bisa berperang melawan penjajah seperti para pahlawan, kita bisa menanamkan makna Hari Pahlawan yang tersirat dari peringatan Hari Pahlawan Indonesia di berbagai aktivitas sehari-hari. Salah satunya pada era modern ini, kita bisa memanfaatkan berbagai inovasi lewat perkembangan teknologi dalam memajukan serta mengangkat derajat dan martabat bangsa.

Pentingnya menanamkan kecintaan pada negara dan menjauhi segala hal negatif yang bisa menghancurkan generasi bangsa

Kecintaan para pahlawan pada bangsa Indonesia mengantarkan semangat mereka untuk berjuang demi bangsa Indonesia. Hal ini juga perlu untuk terus dilanjutkan oleh para generasi baru, terutama pada peran pemuda sebagai generasi penerus bangsa. Salah satunya adalah dengan senantiasa mencintai Tanah Air Indonesia, bangga akan bangsa sendiri, dan menjaga eksistensi bangsa Indonesia secara bersama-sama.

Hari pahlawan bukan hanya sekedar hari penghormatan saja. Apalagi kita sebagai pemuda wajib kiranya untuk menanamkan sifat kepemimpinan sebagai cerminan yang dicontohkan oleh para pahlawan kita. Selain mengikuti perayaan Hari Pahlawan dengan Upacara Bendera, kita juga bisa menanamkan makna Hari Pahlawan dengan menghindari diri dari kegiatan kegiatan negatif seperti narkoba ataupun tawuran.

Mengutip dari perkataan Ki Hajar Dewantoro, bahwa pemuda harus memiliki sifat Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso dan Tut Wuri Handayani. Artinya pemuda harus berada digarda paling depan dalam melakukan perubahan sosial sebagai lokomotif perubahan. 
Di tengah pemuda harus bahu-membahu bersama rakyat dalam mencapai kesejahteraan rakyat. Keadaan yang buruk ini harus segera diakhiri. Di belakang pemuda memberikan semangat dan mendorong rakyat bahwa perubahan ke arah yang lebih baik atau yang dicita-citakan oleh para pahlawan dapat tercapai jika mereka bersatu. 

Mungkin itulah sedikit sejarah dan makna Hari Pahlawan, Semoga saja pembahasan tadi menjawab apa makna Hari Pahlawan yang diperingati pada setiap tanggal 10 November. Selain itu, semoga kita juga dapat terus mencontoh semangat juang para pahlawan dan menanamkan makna Hari Pahlawan di setiap langkah kita. 

"Pemuda harus belajar dari sejarah agar memiliki jati diri dan memiliki dasar yang kuat, dan agar mengetahui dari mana perubahan harus diusahakan. Setelah itu, sebagai lokomotif perubahan pemuda siap bergerak."

"Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya." - Presiden Soekarno


Referensi:

De Maasbode | Depdikbud, "Sejarah Daerah Jawa Timur"
Pikiran-Rakyat.com dari situs resmi Pemprov Bone.

Minggu, 08 November 2020

Catatan Kader Kebangsaan: Milenial Dalam Paradigma Politik dan Disintegrasi Nasional

Oleh: Moch. Edy Hendrawan (Anggota Divisi Aksi SKB 7 PIKOM IMM FISIP Unismuh Makassar)

"Kalau pemuda sudah berumur 21-22 tahun sama sekali tidak berjuang, tak bercita-cita, tak bergiat untuk tanah air dan bangsa, pemuda begini baiknya digunduli saja kepalanya." (Ir. Soekarno)

Generasi millenial merupakan pondasi bangsa yang mampu memberi warna jernih di dalam sistem politik dan demokrasi Indonesia. Sebagai generasi muda, kaum millenial wajib menjunjung tinggi nasionalisme yang didukung dengan sikap-sikap positif dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pada saat ini, millenial merupakan penunjang proses pembangunan negara terkhusus dalam bidang politik. Millenial (pemuda) diharapkan memiliki sifat brainstroming; mampu beradaptasi dengan segala kondisi atau mengikuti pusaran politik, sebagai cara untuk membaca kompleksitas kekinian, dan sebagai manifestasi partisipasi kepemimpinan; upaya untuk menangani disintegrasi kebangsaan. 


Millenial juga dikenal sebagai orang-orang yang memiliki kemampuan multitasking, memiliki daya saing yang tinggi, kritis terhadap fenomena sosial, memiliki kebiasaan bertukar pikiran atau sharing, serta 'modern era' yang melekat dan memaksa millenial untuk selalu melakukan segala aktivitasnya melalui teknologi (No Gadget No Life) yang kemudian millenial mampu untuk mengembangkan kemampuannya (self-development), jadi teruntuk saat ini millenial bukan hanya menjadi balancing agent tapi harus juga berpotensi menjadi development agent.


Namun terkadang perubahan zaman tidak sesuai dengan harapan, era disruption sebagai contohnya yang disebabkan oleh evolusi teknologi dan informasi. Oleh karena itu, banyak millenial yang diperbudak oleh teknologi atau memiliki ketergantungan, akibatnya timbullah penyakit narsis, banyaknya tsunami hoax, dan matinya kepakaran. 

Upaya yang dilakukan dalam mengahadapi hal tersebut ialah memanfaatkan digital dalam pengembangan kompetensi dan keterampilan skill, mengeksplorasi ruang publik sebagai sarana dimana millenial dapat bebas mengekspresikan pendapatnya. Jika millenial memanfaatkan teknologi dan informasi dengan baik maka hal itu modalitas bagi millenial untuk mampu bersaing sehingga produktivitas kualitas millenial dapat terjamin, serta millenial mampu menjalin kekuatan dalam keberagaman (solidarity maker) sebagai solusi permasalahan disentegrasi kebangsaan. 

Penyebab utama disentegrasi kebangsaan ialah adanya perbedaan persepsi, perilaku perlawanan/pelanggaran, disfungsional nilai dan norma, tidak adanya konsistensi dan komitmen dari stakeholder. Akibatnya konflik dapat terjadi, diawali dengan adanya perbedaan-perbedaan yang menimbulkan ketegangan, perselisihan, pada akhirnya konflik bersenjata yang disertai kekerasan dapat memercik adanya peperangan.

Realisasi pemerintah juga sebagai penunjang untuk memberikan asupan pendidikan politik dan memberikan pemahaman etika politik yang baik kepada millenial. Jadi hal tersebut perlu diberlakukan sehingga buta politik tidak terjadi di kehidupan millenial, karena buta politik menurut Bertolt Brecht merupakan buta yang paling buruk dimana orang tidak mendengar, tidak berbicara, tidak berpartisipasi, dan hanya mengikuti alur keputusan politik tanpa memerhatikan baik-buruknya. 

Sebagaimana mestinya, millenial telah ikut serta dalam kegiatan politik secara conventional maupun unconventional.  Berdasar pada data yang dimiliki oleh Komisi Pemilihan Umum Jumlah pemilih millenial mencapai 70-80 juta jiwa dari 193 juta pemilih, maka secara tidak langsung kita dapat memastikan millenial memiliki partisipasi besar dalam kegiatan politik di Indonesia. 

Menurut Samuel P. Huntington, upaya partisipasi millenial diimplementasikan dengan cara kegiatan pemilihan, lobby dan negotiation, kegiatan organisasi, contacting, dan tindak kekerasan (chaos) atas penolakan. Bukan hanya sekedar partisipasi yang diutamakan tapi karakter atau watak millenial juga dibutuhkan, komitmen, konsistensi, dan pikiran positif lah yang membuat millenial dapat memberikan kontribusi dalam bernegara. 

Jika millenial menerapkan hal tersebut strategi politik yang baik pula dapat dijalankan; strategi politik yang terbaik adalah yang tidak menggunakan money politik, black campaign, dan politik assassination. Pergerakan antisipasi yang dapat dilakukan untuk menghindari strategi politik yang buruk ialah; millenial diharuskan memiliki literasi data, literasi teknologi, dan literasi manusia.

Millenial adalah generasi penerus bangsa dan potret masa depan negara. Oleh sebab itu, millenial diharapkan mampu beradaptasi dalam konteks kekinian dan tidak hanya terpaku diam menatap kesenjangan yang terjadi di kehidupan sosial dan politik. Memanfaatkan teknologi sebagai media pembelajaran untuk mengelola informasi yang memungkinkan peningkatan kualitas intelektual, modal sosial, perluasan jaringan, dan personal branding dapat terjamin.

Pembangunan karakter, pengetahuan, ide, dan kreativitas adalah hal utama dalam mewujudkan kestabilan politik. Jadi secara kesimpulan millenial tidak hanya dituntut menjalankan peran balancing agent namun dapat juga mengambil peran sebagai development agent. Sebagaimana yang dikatakan Najwa Shihab, "Pemuda hari ini harus turun tangan, berkarya nyata menjawab semesta Indonesia."


Minggu, 01 November 2020

Catatan Kader Kebangsaan: Nalar Kritis Mahasiswa (Sebuah catatan refleksi Sumpah Pemuda)

Oleh: Nur Ismi Roni Tasbih (Direktur Aksi SKB 7 PIKOM IMM FISIP Unismuh Makassar)



Hidup matinya seorang pemuda tergantung pada ilmu dan ketaqwaan nya. Sebagai calon pewaris tampuk pimpinan umat, pemuda mesti dan harus berideologi sebagai acuan dalam bergerak.”

Berbicara tentang ideologi pastinya merupakan pembicaraan yang serius. Bagaimana tidak? Yah… seperti yang kita ketahui bersama bahwa ideologi merupakan dasar dari segala hal yang akan kita kerjakan. Ali Syariati- mendefinisikan ideologi sebagai keyakinan-keyakinan dan gagasan-gagasan yang ditaati oleh suatu kelompok, suatu kelas sosial, suatu bangsa dan suatu ras tertentu. 

Ideologi politik (Ideopol) dan mahasiswa adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Bahkan sejarah mencatat bahwa kekuatan ideopol yang dimiliki mahasiswa mampu meruntuhkan rezim kekuasaan yang kemudian merubah garis sejarah. 28 Oktober 1928 angkatan muda kemudian mampu mengambil bagian dalam kehidupan politik Indonesia.
 
Pada peristiwa yang kita sebut sebagai sumpah pemuda, dan tentunya sumpah tersebut merupakan sebuah pergerakan yang berasas pada tujuan bersama untuk mencapai kemerdekaan. Dalam pergerakan itu kemudian melahirkan kehidupan yang harmonis dalam hal persatuan; Indonesia disatukan dengan Bahasa Indonesia, bendera merah putih, dan lagu Indonesia Raya sebagai suatu kesatuan sosial dan politis.

Menilik pada sebuah realita saat ini, kondisi pemuda kemudian menjadi hal yang  memprihatinkan. Baik dari segi intelektual, moral, termasuk psikologi dari pemuda itu sendiri. Pemuda tidak lagi mampu menjadi figur dan teladan di kehidupan bermasyarakat, bahkan kerap kali muncul asumsi yang mengatakan bahwa pemuda hanya sebagai benalu dalam masyarakat.

Ada apa dengan pemuda saat ini?

Pernyataan atau asumsi yang menjadikan pemuda terkhususnya mahasiswa sebagai benalu dalam masyarakat tentunya melahirkan pertanyaan yang besar. Ada apa dengan pemuda? Kemana sosok angkatan muda yang gagah berani dan mampu merubah garis sejarah? Apakah kemudian saat ini kita telah sampai pada fase matinya kepemudaan? Apa yang menjadi penyebabnya?

Belakangan ini kita sudah banyak mengkritisi persoalan kebijakan pemerintah. Tetapi kali ini izinkan saya untuk menyampaikan sebuah keresahan dan kritik terhadap kondisi pemuda terkhususnya mahasiswa saat ini. Termasuk saya pribadi. Seiring dengan perkembangan zaman yang kemudian juga didukung oleh perkembangan teknologi, tentu sedikit banyaknya merubah tatanan hidup masyarakat terlebih lagi pemuda.

Kita tidak bisa menafikan ketergantungan kita terhadap teknologi yang memberikan pengaruh besar terhadap pemuda. Dari segi intelektual, dengan hadirnya berbagai macam media pembelajaran tentu akan memudahkan kita dalam mencari pengetahuan dan memperluas wawasan. Namun hal itu juga yang kemudian mejadikan mahasiswa saat ini serba instan, segalanya tidak lagi memerlukan pencarian dengan menggunakan berbagai macam referensi dari berbagai macam buku bacaan terkait, sebab agaknya semua itu sudah ada dalam sebuah rangkuman situs/website yang akrab kita sebut sebagai Om Google. 

Hal inilah yang kemudian menjadikan budaya literasi dan kritis di kalangan pemuda terkhususnya mahasiswa berkurang. Kemudian dari segi moral, perkembangan teknologi kini menghadirkan berbagai macam inovasi baru. Contoh misalnya tiktok; tidak hanya pemuda, anak-anak bahkan orangtua kini juga ikut terkontaminasi oleh aplikasi tersebut. Hanya karena ingin disebut sebagai generasi milenial atau ikut tren, banyak orang rela melakukan hal yang konyol dan bahkan berdampak pada kerusakan moral. Dan lebih parahnya adalah kebanyakan dari pemuda justru senang dan bangga jika terkenal dan viral karena hal tersebut. Inilah kemudian yang menghadirkan asumsi yang perlu dijadikan sebagai bahan refleksi kita bahwa pemuda saat ini tidak lagi disibukkan oleh buku, cinta, dan diskusi. 

Sumpah pemuda menjadi ajang ceremonial semata

Pada momentum peringatan sumpah pemuda 28 Oktober, gerakan mahasiswa kembali turun ke jalan sebagai bentuk penghargaan terhadap hari sumpah pemuda. Mahasiswa kembali mengangkat toa mengikrarkan sumpah pemuda, suara yang menggelegar meneriakkan aspirasi dan kritikan terhadap berbagai kebijakan pemerintah. Saat ini siapapun bisa menjadi seorang orator, sebab isi dari orasi tidak lagi menjadi hal yang substansial. Mampu bersuara dan berteriak itulah orator. Nalar kritis tidak lagi menjadi acuan utama dalam menyampaikan orasi. Bagi mahasiswa saat ini berdiri di jalan sambil memegang toa adalah sebuah kebanggaan yang besar. Kini momentum sumpah pemuda dijadikan sebagai ajang seremonial semata. 

Mahasiswa dan eksistensinya saat ini sudah melebihi porsinya. Saat ini kebanyakan diantaranya terjebak dalam ruang eksistensi semu, yang kemudian tidak paham bahkan tidak sampai pada esensinya. Inilah yang kemudian menjadi pemicu hadirnya idealisme-idealisme buta. Gerakan-gerakan mahasiswa saat ini tidak lagi murni karena panggilan nurani atas kemanusiaan. Melainkan kepentingan kelompok bahkan individualisme-lah yang kemudian mendominasi. 

Gerakan mahasiswa dalam pengawalan kasus kerap kali gegabah dalam mengambil langkah. Padahal, langkah pertama yang harus dilakukan dalam pengawalan sebuah isu adalah dengan melakukan audiensi dan berdialog kepada pihak yang mampu mengantarkan aspirasi kita pada oligarki. Kemudian jika belum ada respon yang baik, maka turun ke jalan adalah jalan akhir dari proses pengawalan isu. Betapa tidak, nir substansial gerakan pemuda saat ini marak terjadi karena gerakan itu cuman dijadikan sebagai ajang seremonial belaka atau bahkan hanya perihal kepentingan kelompok. Poros-poros kritisisme tidak lagi kita temukan, padahal kesadaran kritis di jalan harus berbanding lurus dengan intelektualisme yang mumpuni agar pemuda tidak terjebak pada idealisme buta. Inilah yang menjadi penyebab sehingga kita tidak bisa sampai pada tujuan advokasi itu sendiri, yaitu merubah kebijakan

Sebagai bahan refleksi diri

Kita masih bersepakat bahwa tidak semua diantara pemuda itu hilang kesadaran atas gerakannya. Karenanya untuk merawat nalar kritis pemuda khususnya mahasiswa, maka pemuda saat ini harusnya tidak lagi menyibukkan diri pada hal yang tidak penting atau semacam euforia semata. Menilik kedepan pemuda saat inilah yang mau tidak mau akan meneruskan tampuk pimpinan umat. Karenanya dengan mengetahui itu harusnya saat ini kematangan intelektual, kemantapan moral, dan kejelihan dalam pengawalan kasus menjadi urgensi dan patut kita perhatikan bersama. Jangan sampai kita terjebak pada idealisme-idealisme buta, yang pada akhirnya akan membutakan kita pula. 

Perempuan dalam Budaya Patriarki dan Pengaruh Betty Friedan serta Feminisme Gelombang Kedua

Budaya patriarki adalah suatu struktur sosial yang memberikan kekuasaan utama untuk laki-laki dan menetapkan perempuan dalam posisi subordin...